iniSURABAYA – Leo Imam Sukarno atau lebih dikenal dengan nama Leo Kristi meninggal dunia pada 21 Mei 2017. Untuk mengenang 40 hari meninggalnya musisi asal Surabaya ini sejumlah teman dekatnya menggelar acara sederhana di Galeri DKS di Komplek Balai Pemuda Surabaya, Jumat (30/6) siang.
Yang hadir sebagian besar adalah mereka yang mengenal Leo secara pribadi sejak muda. Ketika tahun tujuh puluhan bersama-sama almarhum Sujarwoto Sumarsono alias Gombloh dan almarhum Franky Sahilatua, Leo masih sering mangkal di komplek Balai Pemuda.
Diantaranya ada Akhudiat, Cak Kandar, Sabrot Malioboro, Aming Aminudin dan Mung Sriyana, salah seorang pemain Konser Rakyat Leo Kristi.
Acara yang berlangsung mulai pukul 14.00 itu diawali dengan pemotongan tumpeng oleh Bagus Putuparto, penyair dan pengusaha dari Blitar yang kemudian diserahkan kepada Mung Sriwiyana.
Selanjutnya, pentolan Kelompok Pemusik Jalanan (KPJ), Bokir Surogenggong tampial membawakan lagu karya Leo Kristi, ‘Gulagalugu Suara Nelayan’. Petikan gitar dan lantunan suara Bokir ini kemudian diikuti oleh para sahabat Leo Kristi yang datang siang itu.
Peringatan 40 hari Leo Kristi yang dihadiri sekitar 40 orang kawan dekatnya itu berlangsung tak lebih dari dua jam. Sejumlah LKers, sebutan untuk fans fanatik Leo Kristi pun ikut datang dalam acara tersebut.
“Kawan-kawan yang sering bergaul dengan Leo Kristi dulunya tidak merasa bahwa Leo itu punya nama besar. Tetapi, sekarang ketika Leo sudah tiada, nama Leo ternyata jauh lebih besar lagi,” kata Amang Mawardi sebagaimana dikutip ngopibareng.id.
Sementara Ndindi Meong, ketua panitia peringatan 40 hari meninggalnya Leo Kristi ini menyatakan,“Hanya dengan sederhana seperti ini yang bisa kita lakukan untuk Leo. Karena dia memang orang sederhana tetapi dengan karya yang besar.”
Leo Kristi yang dikenal lewat lagu-lagu balada telah melahirkan sekitar 12 album. Leo Kristi sempat eksis lewat ‘Konser Rakyat Leo Kristi’ (KRLK) bersama Naniel Yakin, Mung Sriwiyana, serta kakak beradik Lita Jonathans dan Jilly Jonathans, sampai albumnya yang ketiga.
Di album keempat (Nyanyian Cinta), Lita dan Jilly Jonathans digantikan oleh Titi Sutopo/Titi Ajeng/Titi Manyar, dan tetap didukung Naniel dan Mung.
Di album ke-5 Yayu masuk formasi, selain Titi, Mung, dan Naniel, namun nama Yayu tidak ada lagi pada album ke-6 (Lintasan Hijau Hitam).
Album ke-8 KRLK yang merupakan aransemen baru dari sejumlah lagu sebelumnya, dikerjakannya bersama Titi Manyar, kakak beradik Yana dan Nona Vanderkley, Mung Sriwiyana, Ote Teguh Abadi, Markis Alkatiri dan Wahab, serta beberapa pendukung lainnya.
Musik KRL menyenandungkan balada, semangat cinta bangsa, dan kisah-kisah rakyat yang lebih banyak dalam irama folk, country, dan didukung dengan lirik-lirik yang puitis. –sum/dbs