Lukisan Kaki Sadikin Hiasi Galeri The Association of Mouth and Foot Painting Artists Swiss

iniSURABAYA – Melukis pakai kaki atau pakai mulut? Bagi Sadikin Pard hal itu bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Sebab pria asal Malang ini memang tak memiliki anggota tubuh tangan.

Namun, cacat tersebut tak membuat dirinya minder atau bahkan patah semangat. Sadikin terus berkreasi. Dan Sadikin akhirnya bisa membuktinya dirinya tak berbeda dengan seniman normal lainnya.

Karya-karya pria kelahiran 29 Oktober 1966 itu kini banyak menghiasi galeri The Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) di Swiss.

Mengaku suka melukis sejak masih taman kanak-kanak, Sadikin mengawali karirnya sebagai pelukis dengan gaya realis. Namun, setelah menggeluti cukup lama ada rasa kejenuhan dalam dirinya.

“Saya dulu banyak mengabadikan karya-karya potret, pemandangan. Tetapi proses melukis realis itu ternyata perlu waktu lama. Aku nggak telaten,” ucap Sadikin.

Maka pandangannya kemudian beralih ke gaya impresionis. Di genre yang sekarang ditekuni ini Sadikin bisa menyelesaikan karyanya hanya dalam hitungan menit.

“Kalau sedang mood, biasanya saya bisa menyelesaikan 10-15 lukisan. Karya itu lebih banyak saya kirim ke Swiss, dan disimpan di galeri AMFPA,” ungkap Sadikin yang sudah menjadi anggota AMFPA sejak tahun 1989.

Menurut Sadikin, pelukis Indonesia yang terdaftar di AMFPA hanya sembilan orang. Selain dirinya yang berasal dari Malang, lainnya dari Yogyakarta, Salatiga, Medan, Bali, dan Bandung.

“Dan dari sembilan orang itu yang sudah diterima jadi anggota hanya empat orang,“ imbuhnya.

Lulusan Universitas Muhamadiyah Malang Jurusan Psikologi ini menekankan, seseorang bisa diterima sebagai anggota AMFPA bergantung pada kualitas karyanya. “Juga pengalaman yang sudah dia jalani sebagai seniman,” katanya.

Disinggung soal ilmu yang dia pelajari semasa kuliah, Sadikin menyatakan sangat berpengaruh pada karya lukisnya. “Saya jadi tahu bagaimana menentukan komposisi warna untuk sosok yang kalem dank keras,” bebernya.

Berdasar ilmu psikologi pula Sadikin bisa mengaplikasikan karakter seseorang pada karya lukisnya. “Banyak manfaatnya. Jadi sama sekali tidak terbuang percuma aku kuliah psikologi,” ucapnya.

Aksi demo melukis yang dilakukan Sadikin ini menandai rebranding Leeven & Co Creative Space yang berlokasi di Jl Kendangsari Industri Surabaya. Selain Sadikin Pard, acara tersebut juga dimeriahkan demo karya Ferry Fatoni yang pelukis mural, Ngah Muli Ong (desainer, seniman kaligrafi modern), dan Is Yunarto (seniman komik).

“Perkembangan dunia seni belakangan memperlihatkan perkembangan luar biasa, terutama di kalangan anak muda. Era digital memudahkan mereka menyerap ilmu dari luar (negeri) dengan mudahnya,” cetus Oktavia Soenardi, GM Gading Murni. –sum

Pos terkait