
Peserrta lokakarya yang diselenggarakan oleh Konjen Amerika Serikat sedang praktek membuat mobil mainan.

Peserrta lokakarya yang diselenggarakan oleh Konjen Amerika Serikat sedang praktek membuat mobil mainan.
iniSURABAYA – Stigma yang berlaku di dunia pendidikan selama ini adalah murid harus duduk mendengarkan paparan guru, tidak boleh bergerak dari tempat duduknya, dan harus melakukan tugas yang diberikan guru dengan benar tanpa kesalahan sama sekali.
“Pernahkah membiarkan anak mencoba melakukan sesuatu dan membiarkannya gagal saat menjalankan tugasnya?” begitu ujar Ed Sobey, motivator profesional di bidang ilmu pengetahuan dari Northwest Invention Center kepada para guru yang hadir di acara lokakarya di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Kamis (19/4/2018).
Membiarkan anak gagal, lanjut Ed Sobey, membuat dia belajar sesuatu dari kegagalannya itu. Sebaliknya, jika anak selalu dibantu justru akan membuat dia tidak percaya diri.
“Yang terjadi selama ini sekolah tak ingin anak didiknya gagal, sehingga apa pun dilakukan untuk membantu anak agar berhasil, termasuk selalu memberi nilai bagus di setiap ulangannya,” tegas Ed Sobey.
Tak hanya memberi paparan. Ed Sobey kemudian menantang para peserta lokakarya untuk praktik membuat mobil dari bahan karton bekas, bilah kayu untuk as mobil, roda, dan sedotan minuman.
Mobil kreasi para guru itu kemudian diluncurkan dari meja yang diletakkan dalam posisi miring. Begitu mobil karya para guru tersebut diluncurkan, Ed Sobey langsung mengukur jarak tempuhnya.
“Wah, mobilku kok melenceng ke kiri,” seru Santoso salah seorang peserta lokakarya.
“Mobilku malah belok ke kanan begitu turun dari lintasan meja,” celetuk peserta lainnya.
“Coba pelajari kenapa ada yang jalannya ke kiri, atau ke kanan, sementara yang lainnya ada yang bisa meluncur lurus dan jarak tempuhnya jauh,” ucap Ed Sobey memberi kesempatan para guru mengutak-atik kembali kreasi mobil mainannya itu.
Ditemui di tengah kegiatan lokakarya, Ed Sobey menyatakan setiap guru seharusnya mengajak anak didiknya berpikir kreatif dalam setiap tindakannya. “Jangan pernah bilang ‘tidak boleh berbuat salah’. Karena anak justru akan belajar dari kesalahan yang dilakukannya,” tandas Ed Sobey.
Di sisi lain, lanjutnya, pihak sekolah pun harus punya system sehingga membuat anak didik memiliki sikap yang berbeda dibanding sebelumnya. “Sekolah ingin memberi perubahan apa pada murid? Jika tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, kenapa anak itu harus sekolah disitu?” sergahnya.
Di tempat yang sama, Esti Durahsanti, staf Humas Konjen Amerika Serikat menyatakan melalui lokakarya itu diharapkan para guru punya pendekatan mengajar yang berbeda. “Critical thinking itu inti dari kegiatan selama dua hari ini,” ujarnya.
Proses belajar mengajar di sekolah, lanjut Esti, tak hanya duduk mendengarkan paparan seorang guru. “Murid juga harus diajak bergerak dan aktif bicara, menyampaikan pendapatnya,” pungkas Esti. dit