iniSURABAYA – Dikenal sebagai pejuang perkasa yang tak pernah mengenal patah semangat, sosok Cut Nyak Dhien ternyata tetap seorang perempuan yang juga bisa goyah ketika kehilangan menghampiri kehidupannya.
Sebagai seorang istri, Cut Nyak Dhien acap kali gelisah ketika suaminya pamit ke medan perang dan tak terdengar kabar keberadaannya. Meski dirinya memahami risiko yang akan dihadapi suaminya berhadapan dengan para khape di medan juang, Cut Nyak Dhien tetaplah perempuan yang punya rasa, yang hatinya hancur, dan menangis kala yang datang adalah kabar duka.
Di setiap kesempatan Cut Nyak Dhien memang tak pernah menunjukkan kepedihan hati maupun dukanya saat ditinggal pergi orang yang dikasihinya, sang suami, Teuku Ibrahim ataupun Teuku Umar. Sebagai seorang ibu, Cut Nyak Dhien harus tetap terlihat tegar di depan anaknya, juga di depan mereka yang membutuhkan tuntunan dan kepemimpinannya.
Semangat hidup dan kegamangan jiwa Cut Nyak Dhien ini berhasil ‘dihidupkan’ kembali oleh Sha Ine Febriyanti di Gedung Cak Durasim, Selasa (29/5/2018). Lewat pentas monolog, peraih beasiswa Asian Film Academy di Busan, Korea Selatan, 2012 ini berhasil mengoyak emosi penonton selama pementasan yang disajikan sekitar 50 menit tersebut.
Karya ini disutradarai dan dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti dan dipentaskan pertama kali pada tahun 2014 di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta dan dibawa berkeliling ke beberapa kota di Indonesia pada 2015. Tahun ke-109 kepergian Cut Nyak Dhien, monolog ini dipentaskan kembali pada 16 November 2017 di Bentara Budaya, Jakarta dan Kuala Lumpur pada 7 Februari 2018.
Namun, malam itu, Ine seakan tak kehilangan roh Cut Nyak Dhien yang sudah dia bawakan belasan kali di sejumlah panggung.
“Nama Cut Nyak Dhien sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Sejak berada di bangku sekolah dasar, Cut Nyak Dhien diperkenalkan kepada kita sebagai seorang perempuan pejuang perkasa dari Nanggroe Aceh Darussalam yang pantang menyerah. Dalam monolog ini, Sha Ine Febriyanti mengenalkan sisi lain Cut Nyak Dhien yang juga seorang perempuan, seorang istri dan ibu yang tangguh,” kata Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Renitasari berharap, pentas monolog tersebut dapat memberikan pengetahuan lebih dalam mengenai sosok Cut Nyak Dhien. Serta menginspirasi masyarakat luas melalui semangat dan kegigihan yang beliau miliki,” ujarnya.
Tahun ini Monolog Cut Nyak Dhien yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation ini digeber di 10 kota di Indonesia. Sebelum pementasan di Surabaya, sebelumnya Ine membawakan monolog ini di Gianyar (Bali), Makasar, dan Solo. Pertunjukan serupa yang juga diiringi dengan diskusi dan workshop diadakan di Tasikmalaya, Bandung, Medan, Padang Panjang, dan Padang. dit