iniSURABAYA – Ludruk kekinian, itulah yang coba disajikan Meimura lewat cerita ‘Bung Karno Sang Proklamator’. Pementasan ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara yang didukung sekitar 20 pemain anak-anak ini bakal hadir pukul 09.00 di Gedung Balai Budaya, Kompleks Balai Pemuda Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Agar cerita ludruk ini bisa akrab dengan dunia anak-anak, maka Meimura sang kreator membebaskan pemain anak-anak berinovasi dan berimprovisasi saat berada di panggung. Salah satunya adalah penggunaan baju sehari-hari dan ada pula yang memakai sepatu roda.
“Celetukan mereka saat dialog pun kekinian. Repertoarnya memang terbuka agar tidak jadi tontonan yang kaku,” kata Meimura saat ditemui di tengah proses latihan di tobong ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara di kawasan Gedung THR Surabaya.
Menurut Meimura, cerita Bung Karno Sang Proklamator pun tidak mengangkat kisah mantan Presiden RI pertama tersebut. “Yang saya hadirkan adalah spirit Bung Karno, semangat perjuangan Sang Proklamator di era kemerdekaan,” tegasnya.
Ditekankan Meimura, mengingatkan pada ketokohan, patriotisme, dan heroisme adalah tugas yang diemban kesenian ludruk sejak dulu. “Kami hanya meneruskan dan mencoba merekonstruksi kembali spirit itu dan menyampaikannya kepada generasi pemilik masa depan bangsa dan negara ini,” tandasnya.
Melalui tobong ludruk, lanjut Meimura, pihaknya akan terus mengingatkan masyarakat luas bahwa negeri ini adalah bangsa yang beradab, bangsa yang mampu menginspirasi bangsa lain untuk terlepas dari berbagai bentuk tekanan dan penjajahan.
“Sang Proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta adalah tauladan bagi kita. Dan ulang tahun Kota Surabaya adalah momentum berharga untuk introspeksi diri, khususnya terhadap nilai-nilai heroisme dan patriotisme tersebut,” ujarnya.
‘Bung Karno Sang Proklamator’ mengisahkan kehidupan sepasang kakek dan nenek (diperankan oleh Meimura dan Lilik Dwipu) yang berhasil mengikuti peradaban bangsa ini. Di tengah karut marut dan silang sengkarut situasi saat ini, keduanya terus berjuang.
Ternyata mereka tidak sendirian. Masih banyak sosok yang renta namun berjiwa baja lainnya di negeri ini. Apa yang terjadi ketika pada suatu hari mereka dipertemukan di ‘satu panggung’?
Kisah ‘Bung Karno Sang Proklamator’ yang disajikan selama 90 menit itu bakal didukung puluhan pemain ludruk anak-anak seperti Panji, Damar, Gibran, Rio, dan Haryo Wibisono.
“Keterlibatan mereka tak lepas dari peran orangtua, karena mereka sebagian besar adalah anak-anak pemain ludruk juga. Saat mendampingi orangtuanya latihan, ternyata juga tertarik ikutan main,” papar Meimura. dit