Ajak Anak-Anak Nonton Film? Waspadai Efek Negatifnya Bagi Mereka Jika Kita Abaikan Rating Film

0
1435

ILUSTRASI – Diperlukan kebijakan orangtua untuk menentukan jenis film yang akan ditonton anak-anaknya.

iniSURABAYA – Setiap menyaksikan pertunjukan film, sebelum cerita dalam film ditayangkan pasti ada tampilan yang menyatakan bahwa film tersebut sudah melalui proses sensor di LSF (Lembaga Sensor Film) dan film itu dinyatakan untuk sejumlah katagori rating.

Setidaknya ada empat katagori yang diberlakukan LSF bagi penonton, yaitu semua umur, 13+, 17+, dan 21+ atau dewasa. Sudah kah kita mematuhi aturan tersebut?

Kenyataannya tampilan rating LSF ini masih jadi formalitas bagi masyarakat. Sebab, yang sering terjadi adalah banyak anak atau penonton yang masuk gedung bioskop tidak sesuai rating yang ditetapkan LSF untuk jenis film tertentu.

Meski begitu, peran LSF tampaknya tidak sampai pada tindakan melarang secara tegas anak-anak yang akan menonton film dewasa di bioskop. Begitu pula dengan pihak bioskop. Mereka tidak mau repot-repot melarang anak-anak untuk menonton film yang tidak sesuai untuk katagori yang ditentukan dalam film yang akan disaksikan.

Di porsi ini, diperlukan kebijakan orangtua untuk mencermati rating film itu sebelum kemudian menentukan siapa saja yang akan diajak untuk menontonnya bersama-sama.

Kebijakan ini sangat diperlukan karena jenis film tertentu, khususnya film horor akan memberi dampak yang cukup mendalam pada anak-anak. Efek tontonan film ini tentunya akan melekat hingga dia dewasa nantinya.

Berikut catatan yang perlu kita simak akibat membiarkan anak menyaksikan film yang tidak sesuai dengan rating usianya.

  1. Perkembangan psikologis anak belum sempurna. Mereka rentan mengalami trauma ketika menyaksikan hal-hal yang belum sanggup mereka terima
    Film dewasa seringkali menyuguhkan adegan kekerasan, seksual, dan perilaku menyimpang. Anak-anak dengan perkembangan psikologis yang belum sempurna rentan mengalami trauma saat mereka belum siap menerima konten-konten seperti itu. Akibat dan dampaknya pun bisa bermacam-macam.

2. Gejala awalnya anak-anak bisa mengalami mimpi buruk dan kesulitan tidur
Apa yang disaksikan anak-anak secara nyata rentan terbawa saat tidur. Anak-anak yang menyaksikan konten dewasa bisa mengalami mimpi buruk. Akibatnya anak-anak bisa kesulitan tidur. Tentunya hal tersebut akan berpengaruh pada aktivitas belajar dan bermainnya.

3. Menimbulkan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan  
Adegan menakutkan dalam film horor kebanyakan adalah fiktif belaka. Beberapa contohnya, seperti penampakan makhluk gaib atau pembunuhan. Hal itu bisa menimbulkan kecemasan untuk anak-anak setelah menontonnya. Adapun, jika gangguan cemas dan ketakutan itu berlarut-larut, kamu perlu waspada. Jika gak bisa menanganinya sendiri, kamu bisa berkonsultasi dengan psikolog anak.

4. Anak-anak menjadi agresif karena meniru tontonannya  
Alih-alih takut, adegan kekerasan bisa jadi membuat anak-anak menjadi lebih agresif.
Ia memandang perilaku kekerasan yang ia tonton wajar dilakukan. Itu karena anak-anak kadang belum bisa sempurna membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Selain itu, masa anak-anak adalah masa meniru segala sesuatu. Wajar saja kalau anak-anak suka meniru apa yang ditontonnya.

5. Perilaku menyimpang pun bisa rentan ditiru oleh anak-anak 
Film seringkali menampilkan konflik yang menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat. Orang dewasa bisa dengan mudah mengambil hikmah dan nilai baik yang ada di dalamnya. Namun, bagaimana dengan anak-anak? Mereka bisa jadi justru meniru perilaku menyimpang tersebut. Beberapa contohnya seperti pelecehan seksual, perilaku merusak, atau penggunaan barang berbahaya.

Peran lembaga sensor sangat penting terlebih mereka yang paling mengerti mana yang sebaiknya disaksikan oleh penontonnya dengan mempertimbangkan norma yang berlaku di Indonesia. Meski begitu, orangtua sebagai keluarga pertama wajib mengawasi tontonan anak-anaknya. dit/dbs

Comments are closed.