Bangkitkan Semangat Patriotisme Lewat Monolog ‘Pertempuran Bendera’

0
1477

Dokter Ananto Sidohutomo MARS (tengah) didampingi Irie Suhadi, Humas Monolog ‘Pertempuran Bendera’ (kanan), dan Ninda, Koordinator Orasi 3 Menitan (kiri) saat jumpa pers di Hotel Majapahit Surabaya.

iniSURABAYA – Monolog ‘Pertempuran Bendera 19-9-1945’ kembali bakal memeriahkan peringatan perobekan bendera di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit). Pertunjukan seni budaya tersebut untuk mengenang pertempuran berdarah yang jadi cikal bakal perlawanan seluruh rakyat negeri ini terhadap upaya tentara Sekutu menguasai Indonesia melalui Surabaya.

“(Pertempuran) Ini luar biasa. Karena ketika belum ada pemerintahan yang baik untuk dilaksanakan. Belum lahir tentara, belum ada polisi. Tetapi sudah ada arek-arek Suroboyo,” tandas dr Ananto Sidohutomo MARS selaku pemrakarsa monolog, Selasa (18/9/2018).

Ditemui di tengah persiapan acara monolog ‘Pertempuran Bendera 19-9-1945’ di Hotel Majapahit Surabaya, Ananto menyatakan pertempuran itu membuktikan bahwa yang memiliki negeri dan memiliki republik ini adalah rakyat Indonesia.

“Ayo bangkitkan semangat patriotisme melalui peringatan pertempuran 19 September 1945 ini,” ujarnya.

Menurut Ananto, ada rasa bangga ketika satu saat anak negeri ini bertanya pada orangtuanya, kapan pertempuran ini pernah kita menangkan? “Jawaban yang tepat adalah pertempuran 19 September 1945!” cetusnya.

Kedua, lanjut Ananto, ketika anak-anak bertanya dimana letaknya merah dan putih. maka kita bisa menjawab ‘di dadamu nak. Karena kakek nenek moyangmu dulu demi merah putih rela mengorbankan jiwa raganya. Itu yang harus kita jaga’.

Upaya selanjutnya, pesan Ananto, adalah tetap berjuang untuk membangun rasa bangga pada negeri ini. “Caranya, kita harus berjuang membuat pabrik pensil untuk pendidikan anak-anak kita. Juga bikin pabrik-pabrik lainnya untuk kehidupan kita,” imbuhnya.

Intinya, masih kata Ananto, agar saat melakukan kegiatan sehari-hari kita bisa memakai produk kita sendiri yang berlabel merah putih. “Jadi jangan mengandalkan baju merek lain, buku dari luar (negeri). Semua harus atas warna merah putih kebanggan kita,” kata pria kelahiran  28 November 1963 ini.

Seperti pentas sebelumnya, monolog ‘Pertempuran 19 September 1945’ yang didukung komunitas Tunjungan Ikon Surabaya ini juga diwarnai atraksi yang antara lain disajikan oleh Moesisi Djalanan Tjap Toendjoengan, Alim’s Kustik, dan Harmony Band. dit

Comments are closed.