Glaukoma Jadi Ancaman ke-2 Kebutaan, Begini Pesan Dokter Lydia

0
2033

Periksa kesehatan gratis mewarna acara Reuni Perak SMALA ’93.

iniSURABAYA – Glaukoma belakangan menjadi ancaman serius kebutaan. Jika pada tahun 1982, pasien glaukoma menempati urutan kebutaan ke-10, tahun 1993 meningkat jadi urutan 6, dan pada tahun 2017 sudah menempati urutan ke-2 ancaman kebutaan setelah katarak.

Meningkatnya risiko kebutaan tersebut lebih disebabkan oleh terlambatnya pasien memeriksakan dirinya ke dokter. “Glaucoma ini memang pencuri penglihatan,” katanya dr Lydia Nuradianti SpM kepada iniSurabaya.com, Minggu (14/10).

Menurut Lydia, pasien dengan keluhan kabur mata ini harus dibedakan antara katarak dan glaukoma. “Selama ini pasien tidak menyadari bahwa dirinya terkena glaukoma karena memang tanpa gejala apa-apa. Karena itu, seringnya datang ke dokter sudah dalam keadaan terlambat,” paparnya.

Periksa kesehatan gratis mewarna acara Reuni Perak SMALA ’93.

Kondisi ini, lanjut Lydia, berbeda dengan pasien katarak yang ketika merasa matanya berkabut langsung datang periksa, sehingga bisa segera ditangani. “Sedang pasien dengan kasus glaucoma, penglihatan lurusnya tetap bagus. Tetapi penglihatan tepi hilang secara bertahap, pelan-pelan tanpa gejala. Dan pasien tidak merasakan apa-apa. Saat penglihatan kabur dan menyempit seperti melihat dalam sedotan baru pasien datang (ke dokter),” katanya.

Ditemui usai menjadi narasumber pada seminar bertema ‘Baktiku untuk Guru’ yang diselenggarakan oleh alumni SMA Negeri 5 Surabaya angkatan 1993, Lydia menambahkan, mereka yang berusia di atas 40 tahun harus segera memeriksakan diri tekanan bola matanya untuk mengetahui kemungkina risiko glaukoma ini.

Selain itu, masih kata Lydia, penderita glaukoma ini juga bisa karena faktor keturunan. “Misal seorang ibu kena glaucoma, maka anak punya kemungkinan 4 kali risiko lebih tinggi terkena penyakit yang sama,” ungkap dokter yang sehari-hari bertugas di RS Mata Undaan Surabaya ini.

Lydia kemudian mengungkapkan pernah punya pasien yang masih duduk di bangku SMA. “Mbahnya juga ibunya sama-sama penderita glaukoma. Dia datang dalam keadaan tekanan bola mata yang sudah tinggi. Setelah diberi obat tidak mau turun, akhirnya dioperasi. Sekarang kondisinya sudah bagus,” tuturnya.

Lydia mengingatkan, jika seseorang mengetahui di keluarganya ada penderita glaukoma maka dia sebaiknya segera memeriksakan diri sehingga bisa dilakukan pencegahan. “Disamping faktor usia dan keturunan, pasien pasca trauma dan hipertensi juga punya kemungkinan besar menderita glaukoma,” tegasnya.

Pada tahap awal, penderita glaukoma ini akan diberi obat sebagai upaya penyembuhan. Jika pemberian obat tidak berhasil, tindakan berikutnya adalah terapi laser.

“Kalau obat dan laser tidak berhasil, jalan terakhir ya tindakan operasi,” kata Lydia.

Menurut Lydia, operasi glaukoma ini merupakan operasi ringan dan bisa dilakukan cepat. “Sama seperti katarak, operasinya cepat kok 15 menit selesai,” ucapnya.

Selain Lydia, acara seminar di lantai 2 kompleks SMA Negeri 5 siang itu juga diisi dengan pembahasan tentang ‘Mengenal dan Mencegah Stroke’ yang disampaikan oleh dr Bambang Kusnardi SpS, dan ‘Mengenal Jantung Koroner’ oleh dr Abraham Ahmad AF SpJP. dit

Comments are closed.