
iniSURABAYA – Merekam dan sekaligus mengabadikan sudut kota tua memang tidak mudah. Apalagi perkembangan jaman membuat keaslian sudut kota itu banyak yang tergusur modernisasi.
Tetapi Yudi Muklas tidak patah semangat. Terlebih lantaran dia terlanjur ‘jatuh cinta’ pada Kota Surabaya. Segala daya dia lakukan agar dapat ‘melestarikan’ bangunan serta aktivitas masyarakat Surabaya di jaman kolonial.
“Tekad saya adalah membangkitkan memori pada masa kolonial. Ketika melihat gambar-gambar di masa lalu, saya seakan ingin melompat ke sana, ingin berada di sana,” tutur pria asal Bandung ini kepada iniSurabaya.com.
Foto-foto jadul yang ada di jejaring internet menjadi andalan Yudi untuk dijadikan objek lukisannya. “Susah untuk dapatkah detilnya karena ukurannya yang sangat kecil. Perlu melihat pakai kaca pembesar agar bisa menampilkan detil ke lukisan,” ungkapnya.
Soal warna objek menjadi kendala lain yang dihadapi Yudi. “Saya juga kumpulkan postcard yang diterbitkan oleh pihak-pihak dari luar negeri. Yang saya tangkap lebih banyak kesan monokrom,” beber pria kelahiran 25 September 1954 ini.
Pesona pada Kota Surabaya ini, diakui Yudi bermula ketika pada tahun 2002 dia sempat melewati Kota Pahlawan ini dalam perjalanan darat ke Lombok. “Saya sampai beli peta dan mempelajari sejarahnya. Benar-benar jatuh cinta dengan arsitektur jaman dulu,” imbuhnya.
Di tahun 2008, Sarjana Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mulai menggoreskan kenangannya itu di atas kanvas. ‘Jembatan Merah’ adalah karya Yudi Muklas yang pertama mengenai Surabaya di masa kolonial.
Karyanya yang lain adalah ‘Slompretan’, ‘Kembang Jepoon’, ‘Pasar Pabean’, ‘Kelenteng Kapasan Binbio’, dan ‘Plampitan’. Sebanyak 26 karya lukis hasil keterpesonaan Yudi Muklas atas kota Surabaya inilah yang kini dipajang di Galeri DKS mulai 7 November 2018.
Pameran tunggal bertema ‘Kota-Kota Jaman Kolonial di Nusantara’ hasil kerjasama Party Kelir Asosiasi Pegiat Seni Rupa Nusantara, Dewan Kesenian Surabaya, dan Be Kraf ini berlangsung hingga 17 November mendatang. dit