iniSURABAYA – Kota Surabaya dikenal memiliki temperature yang panas, lebih panas dari Kota Bandung, dan bahkan Jakarta. Tetapi, Yudi Muklas mengaku jatuh cinta pada Kota Pahlawan ini.
Keindahan bangunan tua di Surabaya menjadi pemicu keterpikatan Yudi. “Padahal di Semarang juga ada kecantikan heritage seperti ini. Namun, entah kenapa saya lebih suka suasana di Surabaya,” ujar Yudi kepada iniSurabaya.com, Rabu (7/11/2018).
Ditemui di tengah persiapan pameran tunggalnya di Galeri DKS Kompleks Balai Pemuda Surabaya, Yudi menambahkan, Surabaya masih ‘menyimpan’ banyak bangunan kuno sehingga menjadi pemandangan menarik di jaman sekarang.
“Bangunan kuno di Surabaya lebih terjaga, entah oleh pemilik bangunannya atau pemerintahan kota Surabaya,” begitu pujinya.
Ketertarikan itu pula yang menguatkan semangatnya untuk mengabadikan sudut-sudut Kota Surabaya di atas kanvas dan kemudian memajangnya di Galeri DKS mulai 7 November 2018. Ada 26 karya lukis bertema ‘Kota-Kota Jaman Kolonial di Nusantara’ yang dipamerkan hingga 17 November mendatang.
“Sebetulnya 30 lukisan tentang sudut kota di jaman kolonial ini. Tetapi yang empat sudah laku sebelum pameran,” ucap Yudi.
Yudi yang sempat bekerja di sebuah radio di kota kelahirannya, Bandung ini menegaskan bahwa warisan budaya itu harus tetap dijaga. “Dan saya akan melestarikannya lewat karya lukis,” tandas lulusan lulusan Seni Rupa, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Selain ‘memotret’ sudut kota Surabaya di masa lalu, Yudi juga menghadirkan kenangan di masa lalu yang ada di Bandung, Banyuwangi, dan Mataram (Lombok). “Di Bandung bangunan seperti di Surabaya ini sudah sangat langka,” tandasnya.
Hasilnya? ‘Jembatan Merah’ adalah karya Yudi Muklas yang pertama mengenai Surabaya di masa kolonial. Karyanya yang lain adalah ‘Slompretan’, ‘Kembang Jepoon’, ‘Pasar Pabean’, ‘Kelenteng Kapasan Binbio’, dan ‘Plampitan’.
Yudi Muklas juga membidik salah satu sudut kota tua Surabaya dalam karya lukisnya dan kemudian dia beri judul ‘Venusstraat’. Salah satu Kampung Pecinan di era kolonial Belanda ini tetap hiruk pikuk di masa sekarang dengan penduduk yang makin beragam.
“Konon di Belgia juga ada jalan dengan nama yang sama,” tegas Yudi Muklas. dit