Bikin Film Buat Penyandang Disabilitas Tak Cuma Soal Buat Teks, Sutradara Juga Harus Perhatikan Hal Seperti Ini

0
1437

iniSURABAYA | JAKARTA – Membuat film bagi penyandang disabilitas ternyata tak cuma urusan membuat teks. Agar jalan cerita bisa dipahami, pembuat film juga harus mampu memberi ilustrasi pada penonton mengenai situasi yang sedang terjadi.

“Sebagai sutradara saya pikir dalam film cuma perlu subtitle seperti biasa. Tapi setelah tahu, ternyata ada detil-detil yang perlu dijelaskan dalam subtittle seperti keterangan suara apa yang sedang terjadi dalam film misalnya,” ungkap Minggar Panji, sutradara film ‘Anak Lanang’.

Baca Juga:  https://inisurabaya.com/2019/01/bioskop-baca-nonton-film-tanpa-suara-wujud-apresiasi-pada-penyandang-disabilitas-agar-bisa-saksikan-sinema/

Ditemui usai acara Bioskop Baca : Sinema Setara yang diselenggarakan di Koptul (Kopi Tuli) Kindo Square A9, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (26/1/2019) sore hingga malam hari, Minggar menambahkan, “Suara menarik kursi, suara piring jatuh dan lain sebagainya, atau bahkan ada penjelasan kalimat berbeda agar teman-teman tuli bisa paham.”

Diskusi para penonton pada acara Bioskop Baca : Sinema Setara

Dalam acara perdana Bioskop Baca : Sinema Setara ada lima film yang diputar,  yaitu ‘Menunggu Pagi Datang Lagi’ karya Ivan Padak Demon, ‘Anak Lanang’ (Minggar Panji), ‘Undian’ (Fitriana Lestari), ‘Wan An’ (Yandy Laurens), dan ‘Toko Musik’ (Harvan Agustriansyah).

Dari kelima film, dua sutradara dari film ‘Menunggu Pagi Datang Lagi’, dan ‘Anak Lanang’, Ivan dan Minggar berkesempatan hadir dan berinteraksi dengan penonton tuli dan dengar dalam kesempatan diskusi santai setelah film usai.

Baik Minggar maupun Ivan mengakui ini merupakan kali pertama mereka berkontribusi dalam acara pemutaran film untuk orang tuli. “Acara ini memberi sudut pandang lain bagi saya dalam berkarya,” kata Ivan Padak Demon.

Menurut Ivan adanya subtitle (teks) akan menjadi elemen tambahan bagi dirinya saat membuat film bagi penyandang disabilitas, terutama mereka yang tuli. “Saya harap teman tuli juga mau berkolaborasi dalam proses pembuatan film,” cetusnya.

Sementara Bagja selaku relawan dari komunitas Typist Bergerak Indonesia menyatakan bahwa ia dan timnya tidak mengalami kesulitan berarti dalam penambahan subtitle dialog bahasa Indonesia ke dalam film-film ini.

Kendala terbesar yakni ketika dalam film menggunakan istilah-istilah bahasa daerah seperti Jawa, Sunda atau bahkan bahasa asing seperti Inggris dan Mandarin.

Dalam kesempatan jumpa pers, kepada inisurabaya.com, Bagja mengungkapkan dengan berkontribusi langsung dalam menambahkan teks subtitle pada karya filmmaker Nusantara Bagja berharap Typist Bergerak Indonesia bisa meningkatkan minat masyarakat yang memahami bahasa daerah dan bahasa asing agar tergerak untuk mau berkontribusi dalam menerjemahkan bahasa tersebut ke dalam teks subtitle. sum

Comments are closed.