

iniSURABAYA.com – Keberadaan Museum Nahdlatul Ulama (NU) tak bisa dilepaskan dari peran KH Abdurrahman Wahid, cucu pendiri NU Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari.
Karena hadirnya museum yang terletak di Jl Gayungsari Surabaya ini bermula dari niatannya untuk menyelamatkan dua gedung bersejarah, yakni gedung PBNU di Jl Bubutan Surabaya yang jadi tempat lahirnya Resolusi Jihad.
Satu lagi adalah gedung Markaz Besar Oelama Djawa Timur (MBODT) yang merupakan pusat logistik untuk para pejuang saat melawan penjajah dengan komandan KH Wahab Chasbullah (Katib Aam Syuriah PBNU saat itu).

Namun, usulan untuk membeli gedung bersejarah bagi NU dan bangsa Indonesia itu akhirnya berkembang dengan rencana pendirian Museum NU.
Menurut mantan Presiden ke-4 RI itu, Museum NU memiliki nilai penting sebagai tempat studi terhadap NU dengan bahan-bahan yang terkumpul serta menunjukkan beragam pemikiran NU tentang berbagai hal yang bukan hanya politik semata.
“Tapi, saya juga mengusulkan agar Museum NU jangan hanya berisi barang, melainkan ada tempat kosong untuk berdiskusi secara bebas tetang NU, misalnya kebesaran NU yang terjaga karena NU menghormati budaya lokal, bukan semuanya diharamkan,” kata Gus Dur –sapaan KH Abdurrahman Wahid sebagaimana dikutip iniSurabaya.com dari www.nu.or.id.

Museum NU dapat dikunjungi setiap saat dari hari Senin hingga Minggu pukul 09.00-16.00. Kecuali hari Jum’at buka dari pukul 09.00 hingga 11.00, lalu usai Salat Jum’at buka lagi pukul 13.00-16.00.
Ada beberapa ketentuan yang harus ditaati ketika berkunjung ke museum ini, yakni dilarang merokok dan dilarang mengambil foto atau video sembarangan.

“Untuk pengambilan foto atau video harus sudah ada ijin terlebih dahulu baru bisa,” tegas Sayfuddin, pemandu di Museum NU Surabaya kepada iniSurabaya.com.
Sayfuddin menuturkan bahwa pengunjung yang datang ke museum ini dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp 2.000 per-orang. “Tapi kalau rombongan atau penelitian bisa pakai surat permohonan terlebih dahulu,” imbuhnya. dit/ita