Harga Hunian di Sydney Tumbuh 2 Digit di 2020, Michael Yardney: Perubahan Demografis Dorong Pergeseran Tren Properti

iniSURABAYA.com | SYDNEY – Michael Yardney, penasehat investasi terkemuka Australia memberikan ulasannya perihal perkembangan pasar properti kota Sydney untuk tahun 2020.

Michael yang juga penulis buku-buku terlaris di Negeri Kanguru itu menyatakan, pasar properti Sydney sedang dalam arah yang tepat untuk kembali bangkit berdasarkan data selama 12 bulan terakhir hingga Desembar 2019.

Bacaan Lainnya

Michael menambahkan,“Bahkan selama 40 tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata properti yang terjadi di kota Sydney mencapai 7,4 persen. Artinya banyak properti yang nilainya menjadi dua kali lipat di setiap dekade.”

Pandangan Michael inilah yang kemudian menjadi pegangan bagi Crown Group, salah satu perusahaan pengembang swasta terbesar di Australia, dalam memasarkan proyek-proyek hunian di kawasan tersebut.  

Apalagi ditambah paparan SQM Research –badan penelitian investasi terlemuka di Australia— pada bulan November 2019 lalu memperkirakan harga rumah tapak dan hunian vertikal kota Sydney akan tumbuh sebesar dua digit pada tahun 2020.

Sebagai informasi, harga satu unit apartemen tipe satu kamar tidur di V by Crown Group di Parramatta pada tahun 2014 adalah Rp 6,25 miliar, dan di tahun 2018 sudah bernilai Rp 7,65 miliar.

Sementara tipe unit apartemen satu bed + study di Skye by Crown Group di North Sydney pada tahun 2013 adalah Rp 7,6 miliar, dan pada tahun 2018 sudah mencapai Rp 9,67 miliar.

“Namun yang perlu dicermati adalah pergeseran tren properti yang sangat dipengaruhi perubahan demografis,” tegas Michael menambahkan.

Menanggapi ulasan tersebut, CEO dan pendiri Crown Group, Iwan Sunito menyatakan bahwa pergeseran tren hunian di Sydney sudah terasa dalam dua dekade terakhir.

“Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan bertambahnya jumlah tenaga kerja usia muda yang memiliki preferensi tersendiri untuk hunian tempat tinggal,” ucapnya.  

Fakta ini ditekankan Iwan Sunito menyebabkan semakin besarnya golongan usia produktif yang lebih menyukai hunian berukuran kompak yang dekat dengan tempat mereka bekerja dan dikelilingi oleh pusat perbelanjaan dan kuliner.

“Dan ini mengakibatkan tergerusnya popularitas rumah tapak melalui keberadaan hunian vertical,” ujar Iwan Sunito. wid

Pos terkait