
iniSURABAYA.com | JAKARTA – Tahun 2017 merupakan awal munculnya gagasan membuat alat bantu komunikasi bagi penyandang tunarungu. Kala itu, Muhammad Alan Nur atau biasa dipanggil Alan makan siang di tempat langganannya.
Namun ada yang berbeda di hari itu, ia dilayani seorang penjual yang memiliki keterbatasan untuk mendengar dan ia merasa mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Kemudian muncullah gagasan untuk membuat solusi yang dapat menghilangkan kesenjangan komunikasi antara teman tuli dan teman dengar (orang yang bisa mendengar) melalui pendekatan teknologi, bernama Tulibot.
Versi awal Tulibot berupa prototipe menggunakan Virtual Reality dengan fitur utama mengubah audio menjadi teks yang ditampilkan di depan layar Kacamata Virtual Reality, seperti subtitle pada film.
Melihat peluang pengembangan Tulibot sebagai solusi alat bantu teman tuli, ia mulai mengajak teman-temannya Namira Rizqi Annisa, Pravasta Caraka, dan Eva Rahmadanti dari Developer Student Clubs (DSC) Politeknik Elektronika Negeri Surabaya untuk mengembangkan Tulibot.
Gagasan pengembangan Tulibot ini juga didorong keprihatinan atas tingginya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan pendengaran. WHO pada tahun 2019 memperkirakan terdapat sekitar 466 juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran.
Dari jumlah itu, 34 juta diantaranya merupakan anak-anak. Komunikasi menjadi masalah utama yang banyak dirasakan penyandang tunarungu dan mereka berharap Tulibot bisa menjadi solusi terintegrasi untuk menjembatani kesenjangan komunikasi bagi para tunarungu.
Tulibot menciptakan Tulibot Smart Glasses dan Tulibot Smart Gloves. Smart Glasses membantu komunikasi orang tunarungu dengan menunjukkan ucapan dari lawan bicara pada kacamata. Sedangkan Smart Gloves adalah perangkat pintar yang secara otomatis dapat menerjemahkan bahasa isyarat menjadi audio.
“Saat ini kami berencana mengubah desain Smart Glasses untuk meningkatkan kenyaman pengguna. Sedangkan untuk perkembangan Smart Gloves, kami masih melakukan training data untuk melengkapi database dari bahasa isyarat sehingga bisa meningkatkan akurasi audio yang dihasilkan,” papar Muhammad Alan Nur, founder Tulibot.
Menurut Alan, saat ini Tulibot masih dalam tahap pengembangan. Dia dan kawan-kawannya berharap Tulibot nantinya dapat digunakan secara luas dan dapat membantu teman tuli untuk menjadi lebih percaya diri, baik ketika berbicara di depan umum maupun berbicara secara personal dengan lawan bicara.
“Dan tentu, bisa mendapatkan pengalaman baru dalam berkomunikasi serta merasakan manfaat teknologi secara nyata,” tandasnya.
Tulibot merupakan salah satu tim yang berpartisipasi pada ajang DSC Solution Challenge 2020, sebuah program dari Google yang mengundang pelajar untuk mengembangkan solusi dalam mengatasi masalah komunitas lokal dengan menggunakan satu atau lebih produk atau platform Google.
Tahun ini, sebanyak 400 aplikasi yang berasal dari lebih 69 negara berlomba di ajang DSC Solution Challenge 2020. Hasilnya, 10 aplikasi teratas diumumkan sebagai pemenang, termasuk Tulibot sebagai satu-satunya peserta dari Indonesia.
DSC membantu mahasiswa menjembatani kesenjangan antara teori dengan praktik. Dengan bergabung dalam DSC, mahasiswa dapat menumbuhkan pengetahuan mereka dalam lingkungan pembelajaran peer-to-peer dan membangun solusi untuk bisnis lokal dan komunitas mereka.
Bila Anda adalah seorang mahasiswa yang tertarik terhadap teknologi pengembang dari Google, cari DSC di sekitar Anda dan ikuti kegiatannya. wid