iniSURABAYA.com – Masih banyaknya kasus penularan muncul akibat hajatan membuat Satgas Pencegahan Covid-19 Kota Surabaya memberlakukan aturan ketat, khususnya pada penyelenggaraan pesta pernikahan.
Irvan Widyanto, Wakil Sekretaris Satgas Pencegahan Covid-19 Kota Surabaya mengaku masih menemukan tamu di hajatan tersebut sering membuka masker di tengah acara.
Karena itu pula, kini pihaknya tengah menggodok sejumlah aturan yang jadi standar operasional prosedur (SOP) yang diberlakukan untuk segala macam hajatan.
Aturan yang nanti diterapkan mulai sebelum hingga pasca acara pernikahan. Misalnya sebelum acara, ruangan atau gedung harus steril dengan penyemprotan desinfektan. Jumlah undangan yang hadir juga harus terbatas.
“Intinya dalam masa kenormalan baru ini diharapkan tak memunculkan kerumunan dalam jumlah besar,” tegasnya.
Apabila lebih dari 100 undangan, maka harus dibagi ke beberapa sesi. “Untuk 200 undangan misalnya, bisa dibagi ke empat sesi. Tiap sesi harus diberi jeda dengan penyemprotan desinfektan kembali,” ujarnya menandaskan.
Selain itu, lanjut Irvan, pada saat acara berlangsung, seluruh yang datang wajib mengenakan masker. “Hanya kedua mempelai yang diperbolehkan lepas masker, orang tua tetap wajib (pakai masker),” paparnya.
Undangan yang datang tak boleh berlama-lama di acara pernikahan. Begitu datang di tempat, undangan bertemu kedua mempelai, langsung pulang membawa makanan.
Irvan menekankan untuk konsumsi tamu diberikan dengan sistem ‘bawa pulang’ (take away). “Itu pun harus diletakkan di pintu keluar. Sebab, kalau di pintu masuk, khawatirnya akan dimakan undangan di tempat acara,” cetusnya
Di tempat acara, juga tak menyiapkan kursi untuk undangan. Kursi hanya diperuntukkan kepada keluarga mempelai.
Untuk mempercepat proses, juga terbuka penggunaan E-Money dalam memberikan pembayaran.
Sedang untuk hiburan musik hanya diperbolehkan untuk pengiring acara. Tak diperbolehkan musik dengan penonton apalagi dengan menggelar semacam konser di acara pernikahan.
Menurut Irvan, regulasi ini bukan hanya berlaku untuk pernikahan di gedung, tetapi juga berlaku di kampung. “Hajatan dengan adat Jawa, Tiongkok, apapun itu dibuat mirip seperti nikah drive thru,” ungkapnya.
Sementara Ucok Henri Perdamaian, Kepala Bakesbanglinmas Kota Surabaya menyatakan pihak penyelenggara acara harus mengirimkan permohonan assessment (penilaian risiko) terlebih dulu ke Pemkot Surabaya sebelum acara dimulai.
Selanjutnya, Pemkot Surabaya akan menerjunkan tim. “Kami akan terjunkan tim ke lokasi. Tim ini menilai risiko, apa yang boleh atau tidak boleh. Sifatnya rekomendasi,” urainya.
Senada dengan Irvan, Ucok menekankan bahwa jumlah undangan yang bisa hadir mempertimbangkan kapasitas tempat. “Kami juga lihat sirkulasi udaranya. Kalau kapasitasnya hanya muat 50 orang sedangkan total undangannya 200, harus dengan sistem shift,” imbuhnya
Terkait hal tersebut, kata Ucok, pihaknya akan memeriksa undangan yang nantinya dibagikan. “Harus ada pembagian jam,” tuturnya menandaskan.
Tak hanya itu. susunan acara pun bakal diperiksa untuk menghindari kemungkinan terjadinya risiko besar. Misalnya, yang menimbulkan penonton atau kerumunan.
“Prinsipnya, aturan yang kami buat juga memperhatikan masukan dari pihak pakar kesehatan dan juga pelaku. Kami berupaya menekan angka penularan akibat hajatan,” ujarnya.
Baik Irvan maupun Ucok menyatakan, ketentuan tersebut bukan hanya untuk hajatan. Assesment juga dilakukan untuk tempat Rekreasi Hiburan Umum (RHU) di Surabaya. ana