
iniSURABAYA.com – Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret identik dengan peringatan perjuangan perempuan yang menuntut kesetaraan gender dan pencapaian perempuan.
Jihan Hanifah Yasmin, mahasiswi semester kedua di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, berbagi pengalamannya tentang mengikuti program JuaraGCP.
Ini adalah program belajar mandiri daring yang memberi pengembang di Indonesia akses ke hands-on Google Cloud lab sambil belajar bersama komunitas rekan yang mendukung.
Program JuaraGCP season 7 telah berlangsung pada 13-30 Januari 2022. Di momen ini, peserta mempelajari Cloud Computing dan teknologi Serverless Architecture di Google Cloud Platform dengan akses gratis selama satu bulan ke Google Cloud Skills Boost.
“Awalnya saya mengikuti JuaraGCP untuk mengisi liburan karena tidak ada kegiatan selain menjalankan agenda kepanitiaan di kampus dan online course,” ungkap Jihan bercerita.
Selain itu, Jihan juga mengeksplorasi lebih jauh tentang berbagai bidang di dunia IT. Jihan merasa ini kesempatan bagus untuk memenuhi keinginan dan juga rasa penasaran terhadap materi dan lab-lab yang ditawarkan.
“Tambah menarik dengan peserta yang berhasil menyelesaikan minimal 8 atau 14 quest juga akan diberikan merchandise,” urainya.
Selama tiga minggu mengikuti JuaraGCP, perempuan berusia 20 tahun ini berhasil menyelesaikan delapan quest, yaitu Google Cloud Essentials, Cloud SDK Command Line, Cloud Logging, Optimizing Your Google Cloud Cost, Google Cloud’s Operation Suite, Understanding Your Google Cloud Cost, Perform Foundational Infrastructure Task, dan Create and Manage Cloud Resources.
JuaraGCP menghantarkan Jihan untuk mempelajari cloud computing. Sebelumnya, dia tidak pernah terpikir dan tidak memiliki pengetahuan tentang hal tersebut, selain pengetahuan tentang bahasa pemrograman, Python.
“Ketika mengikuti challenge lab pertama di Create and Manage Cloud Resources quest, saya sampai mengulangnya sebanyak dua kali,” tutur Jihan.
Anehnya, bukannya ingin menyerah, Jihan justru semakin penasaran dan memiliki keinginan lebih untuk bisa menyelesaikannya. “Setelah itu, saya mulai mencari tahu tentang cloud computing dan tertarik dengan konsep kerjanya,” imbuhnya.
Menurut Jihan, hal yang paling menarik dari program ini adalah hands-on lab yang disediakan selama program berlangsung. Jadi, peserta tidak hanya membaca materi, tetapi juga bisa langsung mempraktekannya.
Hands-on lab itu sangat membantunya mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang cloud computing. “Apabila ada anggapan bahwa cloud computing sulit bagi perempuan, anggapan itu sama sekali tidak mempengaruhi saya. Saya tidak pernah berpikir cloud computing ini susah karena saya perempuan,” tegas mahasiswi yang juga bergabung di Google Developer Student Clubs ini.
Jihan menekankan, jika memang dirinya merasa kesulitan, berarti itu hanya dirinya yang perlu memberikan usaha lebih, tidak ada sangkut pautnya dengan gender. “Fokus saya yang penting, saya tertarik dan saya ingin belajar agar bisa,” tandasnya.
Pada momen Hari Perempuan Internasional ini, Jihan menyampaikan bahwa dirinya pernah membaca buku mengenai grit. Singkatnya, grit adalah passion yang tinggi yang diiringi ketekunan tinggi.
Jika teman-teman merasa takut untuk mempelajari IT karena merasa tidak berbakat, tidak pernah mempelajari IT, atau bahkan karena anggapan bahwa IT sulit bagi perempuan, saya sarankan berhenti berpikir seperti itu dan mulai belajar saja. Selama teman-teman memiliki keinginan dan ketekunan, saya yakin teman-teman lebih dari bisa untuk mempelajari IT,” pesannya.
Jihan menambahkan bahwa saat ini ruang/sarana untuk belajar sudah sangat banyak seperti online course, tutorial di YouTube, buku, dan situs-situs yang bisa didapatkan lewat Google.
“Perempuan juga diberikan kebebasan memilih hal yang ingin dipelajarinya. Jadi saya harap teman-teman puan di luar sana bisa memanfaatkan hal ini dengan baik,” ujarnya. wid