Dyah Wijayanti dan ‘My Guillain Barre Syndrome’ (3)

Dyah Wijayanti

CATATAN REDAKSI :
Pemegang gelar dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini  mendadak dijangkiti sakit. Dan penyakitnya justru jenis yang sempat bikin dia terkesan saat mengenalnya di masa kuliah.
Apa itu Guillain Barre Syndrome (GBS)? Dyah Wijayanti memaparkannya secara berseri melalui akun Facebook pribadinya. Atas seijinnya, kisah terkait otoimun ini disajikan buat pembaca iniSurabaya.com secara berseri mulai edisi Rabu (2/3/2022).
Semua tulisan diunggah persis seperti tulisan di Facebook. Semoga bermanfaat.

Dear Diary,
Merasakan sendiri progresivitas penyakit adalah horor dan teror batin.

Bacaan Lainnya

Pagi masih berjalan dengan tegap, malam sudah tertatih-tatih. Sore masih mampu naik tangga, malam naik barang satu anak tangga pun tak mampu. Ruku’ pun juga tak bisa, karena mau njungkêl…(ga usah diterjemahin ya…)

Aku rawat inap di RS, sejak 26 Januari 2022. Kata dokter ini terlambat. Pemberian obat dalam kondisi ini memberikan efektivitas yang kurang dari 50%. Perjalanan penyakit pun tak bisa ditebak. Ketika progresivitas penyakit terus berjalan, dan aku merasakan kedua otot paha bergetar layu, hatiku ikut layu…

Dan teror yang sebenar-benarnya teror adalah ketidaktahuan akan berujung kemana my GBS ini. Akankah GBS mencengkeram otot pernapasanku hingga mencapai akhir hidupku ataukah terbebas dari distres napas namun meninggalkan tubuh lumpuh keseluruhan atau… duuuhh Gusti, aku ga berani membayangkan lagi.

Kusimpan sendiri kegalauan hati ini dalam-dalam. Kutahan tangis ini kuat-kuat agar tidak diketahui suami. Tak mau menambah bebannya, karena saat ini kedua mertuaku pun sedang sakit.

Di tahap ini, bagiku tetap berpikir positif atau mencari hikmah adalah sebuah perjuangan keras. Akal, pikiran dan jiwaku serasa buntu bagaimana mensyukuri kondisi ini…

Bersyukur Allah mengirim seorang sahabat untuk menjelaskan pesanNya. Melalui telpon singkat,

“Hai Dy, gimana kabarmu?” suaranya yang lembut menyapaku
“Rasanya semakin lemah…” kujawab dengan lemas
“Ikhlaskan Dy” jawabnya
“Ikhlas itu gimana?” tanyaku
“Hm, anggap dirimu seperti selembar kertas, lemas ringan tak berdaya, dan entah mau dipakai apa. Karena yang kamu lawan tak kelihatan”.
“Oooo” hanya ini jawaban yang mampu kuberikan
“Trus apa yang kamu lakukan dalam keseharianmu sekarang Dy?”
“Aku baca dan hapalin surah Quran. Itu doang yang bisa”
“Kalau makanmu gimana?”
“Oh enak, ga ada masalah. Orang bilang makanan RS ga enak, tapi disini apa yang disajikan kuhabiskan terus”
“Ahh…iya kamu memang gampang kalau soal makan ya”
“Trus tidurmu gimana?” dia melanjutkan pertanyaan
“Alhamdulillah, ini juga enak. Sebelum sakit sering insomnia, sekarang gampang banget tidur dan nyenyak. Bahkan kemarin waktu di IGD, dengan suasana IGD yang gaduh, panas dan di atas brankar keras, saat proses pemeriksaan sampai akhirnya masuk kamar yang makan waktu berjam-jam, aku alhamdulillah tidur seperti dibius”
“Hehe..” mendadak dia ketawa kecil, dan kemudian melanjutkan “Tampaknya Allah ingin dekat denganmu Dy”

MasyaAllah…mendadak aku paham apa hikmah sakit ini.
Ya Allah hamba ikhlas dengan takdirMu.
Tak mampu kuungkapkan dengan kata betapa luarbiasa unik dan manisnya Allah memanggilku.

Dear Diary, tahukah engkau bahwa mendadak kegalauanku hilang. Namun air mata ini tak sanggup kubendung lagi, dan ini airmata syukur…
to be continued…*

Pos terkait