iniSURABAYA.com – Tahun Baru Imlek identik dengan sajian makanan. Karena seperti juga saat umat muslim merayakan IdulFitri, perayaan Tahun Baru Imlek juga jadi ajang silaturahmi anggota keluarga dan tentu ada hidangan spesial.
Untuk merayakan Tahun Baru Imlek 2023, Chef Danang Lukita menghadirkan menu-menu khas Tiongkok. Hadirnya sajian di Surabaya Suites Hotel ini kian bermakna karena Danang Lukita, Executive Chef hotel bintang 4 di pusat Kota Surabaya ini menyuguhkan menu racikannya lengkap dengan ‘kisah’ perjalanan menu tersebut.
Berikut selengkapnya:
Tauto
Berasal dari Pekalongan, Tauto merupakan salah satu makanan khas Pekalongan, Jawa Tengah. Makanan ini termasuk ke dalam jenis soto yang memliki banyak penggemar. Soto sendiri pengaruh pengaruh Tiongkok, ‘Caudo’
Berasal dari budaya Tionghoa, caudo dalam dialek Hokkien memiliki arti jeroan berempah. Sesuai namanya, hidangan ini terdiri dari campuran sayur.
Tauto merupakan perpaduan kuliner khas India dan Tionghoa, sehingga memiliki ciri unik dibanding sajian soto pada umumnya. Dikutip dari buku ‘Pekalongan yang Tak Terlupakan’ (2013) oleh Moch. Dirhamsyah, bumbu tauto yang digunakan mendapat pengaruh dari budaya India.
Sedangkan penggunaan bihun atau suun merupakan tradisi makanan Tiongkok. Sebab, dahulu hanya orang-orang Tiongkok lah yang membuat bihun atau suun.
Semula, kuliner Pekalongan ini menggunakan daging kerbau sebagai isian. Hal ini disebabkan masih kuatnya pengaruh ajaran Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci.
Seiring perkembangan waktu, daging kerbau pada tauto kemudian diganti daging sapi yang lebih murah dan mudah didapatkan. Tauto biasanya menggunakan bagian brisket atau sandung lamur pada sapi.
Tauto berasal dari gabungan kata, tauco dan soto. Tauco menjadi bumbu penting hidangan ini, warna pekat pada kuah tauto, membedakannya dari soto kebanyakan yang cenderung berkuah bening.
Tauto Pekalongan memadukan kuah kaldu dari rebusan daging dan sambal goreng tauco yang berasal dari fermentasi kedelai. Tauco berperan penting menjadikan hidangan tauto memiliki aroma kuat dan rasa yang kompleks.
Perpaduan gurih, manis, asam, pahit, dan sedikit pedas menjadikan makanan khas Pekalongan ini unik dan disukai banyak orang. Warna cokelat kemerahan pada kuah tauto juga menambah selera makan penikmatnya.
Seporsi tauto berisi irisan daging sapi, kuah tauco yang pekat, tauge, daun bawang, tomat, dan taburang bawang goreng. Makanan khas ini cocok disantap bersama nasi hangat-hangat.
Lontong Cap Go Meh
Sejak zaman Kerajaan Majapatih, para perantau dari China menambatkan kehidupan di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, seperti Cirebon, Semarang, Pekalongan, Lasem, hingga Surabaya.
Mereka yang kebanyakan datang sendiri ke negeri rantauan, menikahi perempuan Jawa dan dari sanalah lahir Tionghoa peranakan Jawa. Tak hanya menghasilkan keturunan, asimilasi mereka juga melahirkan perpaduan budaya dan masakan.
Pada awalnya, Laksamana Cheng Ho pada Dinasti Ming tahun 1368-1644 masuk ke wilayah pesisir Laut Jawa di sisi Semarang. Laki-laki imigran Cina banyak berinteraksi dengan masyarakat setempat seperti perkawinan dengan perempuan-perempuan Jawa.
Sebagaimana pendatang, imigran Cina pun memperkenalkan segala jenis pengetahuan yang dibawa dari negeri asalnya. Ada makanan dan bahkan hingga penanggalan Imlek yang diberikan kepada penduduk setempat.
“Budaya lontong itu kan budaya umat muslim. Di Lasem itu, itu ada lontong segi tiga. Itu gak beda jauh digunakan sama lontong Cina peranakan. Itu kuliner kan saling serap dan saling pinjam (resep),” ujar Djawahir.
Dia menceritakan Lontong Cap Go Meh berasal dari kebiasaan dari santri menyantap ketupat dan opor ayam. Selanjutnya, Cina peranakan melihat kuliner itu dan mencicipi ketupat dan opor ayam.
“Kaum peranakan itu minjem masakan Jawa. Itu seperti simbiosis mutualisme antara peranakan Cina dan masyarakat Jawa,” tambah Agni.
Dalam perjalanannya, Lontong Cap Go Meh bisa berbeda antardaerah. Misalnya, di kawasan Cina Jakarta, Semarang, maupun Surabaya. Agni mengatakan misalnya di Jakarta, lontong Cap Go Meh biasanya menggunakan sayur lodeh sebagai teman menyantap lontong.
“Pakemnya itu harus ada lontong dan opor ayam, sambel goreng jeroan, sama kerupuk udang. Namun, meski versi cerita asal usul Lontong Cap Go Meh banyak, menu ini telah menambah ragam kuliner nusantara,” katanya.
Saat Cap Go Meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuan xiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.
Makanan ini dipercaya melambangkan keberuntungan. Maknanya, lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur encer yang juga disebut sebagai makanan rakyat miskin dan orang sakit.
Atas alasan itu pula, bagi masyarakat peranakan Cina, tabu menghidangkan bubur di saat Imlek atau Cap Go Meh karena dinilai bisa membawa sial.
Lontong: yang berbentuk panjang juga melambangkan panjang umur.
Telur: dalam kebudayaan apa pun selalu melambangkan keberuntungan.
Kuah santan: yang diberi kunyit sehingga menjadi berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.
Tahun Baru Imlek biasanya ditutup dengan perayaan Cap Go Meh. Nama Cap Go Meh diambil dari dialek Hokkian berarti ‘malam ke 15’ alias malam bulan purnama menurut penanggalan Imlek. Cap Go Meh sendiri adalah penutup dari perayaan tahun baru Imlek.
Kuliner lontong dipadukan sambal goreng hati juga aneka masakan lain seperti sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal dan kerupuk. Pada jelang dan saat Cap Go Meh, kuliner itu banyak beredar di meja-meja.
Lontong Cap Go Meh ini bentuk makanan adaptasi, bentuk baru untuk kaum peranakan. Bukan menggantikan, mereka menghormati tradisi masyarakat setempat (di pesisir Laut Jawa). Lontong Cap Go Meh ini murni untuk merayakan Cap Go Meh. Mereka ingin memunculkan identitas asli mereka karena kan peranakan itu gak tahu resep masakan asli. *