
Selain mengurangi stres dan meringankan depresi dengan endorphin yang dihasilkan, dengkuran kucing ternyata bisa pula mengurangi gejala dysponea, baik pada manusia maupun kucing itu sendiri.

Selain mengurangi stres dan meringankan depresi, dengkuran kucing ternyata bisa pula mengurangi gejala dysponea, baik pada manusia maupun kucing itu sendiri.
iniSURABAYA – Dengkuran kucing bermanfaat untuk terapi beragam penyakit manusia? Selain mengurangi stres dan meringankan depresi dengan endorphin yang dihasilkan, dengkuran kucing ternyata bisa pula mengurangi gejala dysponea, baik pada manusia maupun kucing itu sendiri.
Menurut Ratih Sri Umiyati, dengkuran kucing sebenarnya merupakan tanda bahwa hewan berkaki empat itu sangat nyaman berada di dekat manusia yang memeliharanya.
“Anehnya, rasa nyaman itu ternyata tidak hanya untuk kucingnya sendiri namun juga bagi pemiliknya. Bahkan juga merupakan obat penurun emosi dan stres,” kata wanita yang memelihara 10 ekor kucing Persia ini.
Yang pasti, lanjut Ratih,”Saat bermain bersama kucing, melihat ekspresi mereka pada ketika disayang serta mendengar rengekan eongannya, semua kepenatan dan stres langsung menguap.”
Rasa nyaman saat bersama kucing ini tak hanya dirasakan si ‘majikan’. “Dampak yang paling baik adalah, asisten rumah juga bisa menghilangkan kepenatan hanya dengan memeluk atau mengajak bermain si kucing,” imbuhnya.
Itu pula yang diyakini Ratih jadi penyebab belakangan makin banyak orang memelihara kucing di rumah, baik jenis ras maupun yang domestic short hair (kucing kampung).
“Jangan salah, kucing ini bisa dijadikan penjaga rumah seperti anjing lo,” tegas Ratih yang sempat jadi Ketua Cabang Surabaya Indonesian Cat Association.
Ratih kemudian memaparkan, jika ada orang asing yang sedang berdiri di depan pagar, kucing-kucing yang ada di rumah pasti gelisah.
Ditemui terpisah, Andrew Soendjojo, Head of Groceries Channel Nesle Purina PetCare Indonesia menyatakan, dengkuran kucing yang memiliki frekuensi 20-140 Hz ini punya potensi mengurangi risiko serangan jantung sebanyak 40 persen.
“Dari hasil penelitian yang pernah saya baca, dengkuran kucing ini juga membantu meningkatkan kekuatan tulang, serta penyembuhan infeksi dan pembengkakan,” kata Andrew.
Efek positif bagi masyarakat ini pula yang membuat Andrew mendukung gerakan adopsi kucing. “Berdasar survei tahun 2015, kucing yang berkeliaran di jalanan itu jumlahnya mencapai 2 juta. Angka ini tidak seimbang dengan domisilasi kucing,” paparnya.
Andrew menambahkan, pihaknya gencar mengedukasi masyarakat bahwa memelihara kucing tidaklah mahal dan sulit. Andrew juga menepis anggapan bahwa memelihara kucing bisa memicu timbulnya penyakit.
“Memang ada anggapan salah bahwa kucing bisa jadi pemicu timbulnya sakit Toxoplasma,” kata drh Dian Ayu Kartika Sari.
Menurut Dian, manusia bisa tertular Toxo bila ada kontak dengan kotoran si kucing yang terinfeksi. Selain itu, Toxoplasma juga ada di semua bahan makanan mentah atau setengah matang yang tercemar. –sum