
iniSURABAYA.com – Sejak hijrah dari Aceh ke Surabaya di tahun 1995, Syarief Ravsanzani tertarik menggeluti seni lukis. Namun, pria yang akrab disapa Ayik ini baru secara serius mendalami hobinya itu mulai tahun 2009.
Dalam berkesenian Ayik tak ingin terpaku pada satu jenis alat gambar. Dia membebaskan diri berkreasi menggunakan drawing pen, cat air, maupun cat akrilik.
Medianya pun bisa pakai kanvas, kertas gambar, bahkan kain scarft. “Saya suka mengekspresikan uneg-uneg dalam diri sehingga berbentuk kritik sosial,” ungkap seniman yang sering dijuluki The Broy ini kepada iniSurabaya.com.
Ditemui di tengah kesibukannya menggelar
pameran karya seninya di lobi Hotel Artotel Surabaya, Ayik juga mengungkapkan
bahwa dirinya paling suka menuangkan gagasannya di atas selembar kertas.
Dari goresan demi goresan itu kemudian dia
kreasi sehingga jadi karya kolase. “Kertas itu kerap dijadikan sebagai media
untuk coba-coba. Kalau sudah pasti baru diaplikasikan ke kanvas, ke baju atau
lainnya,” begitu tuturnya.
Kebiasaan yang banyak dilakukan para seniman itu sangat disayangkan oleh Ayik. Daripada terbuang jadi sampah, kertas yang sudah berhiaskan gambar itu digunting-gunting lalu ditempel jadi satu bagian menjadi karya kolase.
Dan ternyata, lanjut Ayik, dari aktivitasnya itu dia baru menyadari adanya cerita yang muncul. “Awalnya hanya iseng saja menggunting lalu menempelkan. Tetapi setelah saya amati lagi, dari rangkaian gambar itu ada ceritanya,” ungkap Ayik.
Lulusan UPN Surabaya Jurusan DKV ini kemudian menunjuk karyanya berjudul Artefokh yang tampil dengan nuansa hitam putih dan banyak karakter.
“Walaupun di sini terlihat sangat
banyak karakter berbeda, tapi sebenarnya ada satu cerita dalam karya ini,”
ucapnya.
Ayik tak menepis bahwa goresan tersebut menjadi ekspresi perjalanan hidupnya yang pernah terpuruk. “Saya sempat mengalami penolakan di sana sini, dan merasa menjadi dungu,” imbuhnya.
Berkarya, bagi Ayik menjadi cara untuk berekspresi dan menemukan dirinya yang utuh. Melalui karyanya, Ayi berharap orang lain dapat menjadi dirinya sendiri, melalui perasaan terbelakang atau tidak beruntung lainnya.
Nuansa hitam putih dalam kolase Artefokh itu, disebut Ayi sebagai simbol yin dan yang. Melalui warna hitam dan putih, ia pun ingin menyampaikan pesan bahwa apa yang terlihat belum tentu adalah yang sebenarnya.
“Supaya kita jangan membandingkan hidup dengan orang lain, karena hitam kan nggak selalu gelap, putih juga belum tentu terang,” tandasnya. dit