
iniSURABAYA.com – Banyak sajian Indonesia populer dan ternyata berakar dari tradisi dapur Tionghoa. Namun masyarakat tidak familiar dengan asal-usulnya.
Sebab, proses adaptasi dengan kondisi serta selera lokal telah menciptakan panganan yang justru tidak ditemukan di negeri asalnya. Sebut saja bakwan, ote-ote, nasi goreng, soto, kecap, onde-onde, lontong mi dan banyak lainnnya.
“Kemajemukan yang membingkai Surabaya kini merupakan buah dari harmonisnya akulturasi yang telah terjalin sejak masa silam,” ungkap Rani Anggraini, Manager House of Sampoerna.
Lebih lanjut Rani menyatakan, akulturasi tersebut berawal dari geliat perniagaan yang diwarnai interaksi pedagang asing yang diantaranya berasal dari Eropa, Gujarat, serta Arab dengan penduduk local.
“Hubungan
mutualisme itu selanjutnya menghasilkan peleburan tradisi sekaligus memunculkan
tradisi baru, tidak terkecuali kuliner bernuansa peranakan Tionghoa,” tegasnya.
Untuk menelisik lebih jauh mengenai keragam kuliner sebagai hasil akultirasi tersebut, House of Sampoerna menyajikan tur Surabaya Heritage Track (SHT) bertema ‘Jajanan dari Seberang: Cita Rasa Oriental’.
Mulai Selasa (18/2/2020) hingga 19 Maret 2020, trackers (peserta tur SHT) diajak mengenali identitas kota Surabaya sebagai melting pot melalui keragaman kuliner khas yang sesungguhnya bertalian erat dengan kultur Tionghoa.
Peserta tur SHT bisa menyaksikkan langsung serba-serbi pembuatan kecap manis di Pabrik Kecap Cap Jeruk Pecel Tulen. Serta ragam jajanan khas seperti cakwe, bakcang, ote-ote, lontong mi, soto dan lain sebagainya di Pasar Atom Surabaya.
Tur tematik SHT memang diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan sejarah kota Surabaya serta berbagai bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Sejak 2010 SHT telah menyelanggarakan 53 tur tematik dan mengunjungi lebih dari 100 bangunan cagar budaya baik museum, institusi pemerintahan dan swasta, tempat peribadatan, monumen, kampung, pasar, perpustakaan, pabrik, dan lain sebagainya.
Hal tersebut juga menginisiasi Heritage Walk dengan nama ‘Klinong-klinong ning Suroboyo’ yang menjadi pengembangan SHT dengan mengajak trackers untuk secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Dengan arti ‘Menelusuri Jejak Warisan Surabaya’, program SHT diluncurkan di tahun 2009 dengan konsep tur keliling kota menggunakan bis bermodel kereta trem yang pernah berjalan di Surabaya tempo dulu.
Tracker dapat menikmati dan mengenal sejarah bangunan-bangunan cagar budaya, sejarah kota Surabaya yang terkenal sebagai kota pahlawan, kisah Babad Surabaya, serta kekayaan ragam budaya khas Arek yang menjadi ciri khas Surabaya.
HoS saat ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan Nusantara dan internasional. Rata-rata setiap bulannya HoS dikunjungi 17.000 wisatawan yang berasal dari lebih 160 negara.
“Itu pula yang membuat HoS berhasil meraih berbagai penghargaan. Salah satunya adalah ‘Top 10 Museum di Indonesia’ dari Trip Advisor sejak 2013-2019,” pungkasnya. dit