iniSURABAYA – Setelah merilis ulang debut album mereka, Apologia, dalam format CD pada Februari 2017, Sajama Cut meluncurkan video klip dari album tersebut. ‘Mari Bunuh Diri’ adalah lagu yang dipilih untuk disajikan dalam bentuk video klip.
Namun, ‘Mari Bunuh Diri’ yang video klipnya digarap bersama Andri Ruay ini adalah lagu versi baru, yang jadi bonus lagu dari album Apologia Reissue.
“Selama ini, banyak Sajama Kids (istilah untuk penggemar Sajama Cut) yang kontak kami untuk me-request perilisan ulang Apologia,” tutur Marcel Thee, vokalis Sajama Cut.
Menurut Marcel, ada pula yang sekalian minta supaya Sajama Cut merekam ulang lagu-lagu favorit mereka di sana. “Atau setidaknya lagu-lagu yang menurut kabar yang mereka dengar, katanya seru. Yang pasti, ide untuk merekam ulang ‘Mari Bunuh Diri’ muncul di sana,” tegasnya.
Diakui Marcel, proses pembuatan video klip ini tidak sulit. “Karena kami produksi sendiri di rumah dengan lumayan santai. Kami juga nggak banyak berusaha mengubah aransemen aslinya yang sangat sederhana dan straightfoward,” katanya.
Aransemen lagu tersebut memang sederhana dan playful, yang menurut Marcel berhubungan dengan konsistensi liriknya. “Tentang ini, saya punya kesadaran bahwa sejak dulu judul lagu ini banyak menangkap perhatian, dan saya bukan tipe yang begitu nyaman dengan ‘menjelaskan’ lirik,” paparnya.
Marcel menambahkan, “Tapi untuk hal ini, saya merasa perlu menjelaskan bahwa saya sangat sadar, dan sebisa mungkin berusaha belajar banyak, tentang mental ilness dan keseriusan penyakit depresi.”
Ditekankannya pula bahwa lagu ‘Mari Bunuh Diri’ merupakan sindiran pada masyarakat yang tidak banyak punya empati kepada orang-orang yang mengalami depresi atau gangguan mental.
“Kejadian (bunuh diri) itu masih dianggap ‘bete’ yang berlebihan atau proses dramatisir emosi. Kita masih hidup di lingkungan yang ketika ada orang mengambil nyawanya sendiri, pertanyaan seringkali “Kenapa sih? bukannya dia kaya raya?” dan pernyataan-pernyataan dungu lainnya,” tandasnya.
Lagu ‘Mari Bunuh Diri’, menurut Marcel, bukan tentang glorifikasi bunuh diri, atau romantisasi mati muda. Lagu ini juga bukan simbolik atau penggunaan metafor-metafor murahan.
“Lagu ini bagi saya, setidaknya bagi saya yang berumur 19 waktu menulis lagu ini dulu, adalah lagu semi-humoris harfiah yang justru menertawakan dengan sedih orang-orang yang masih memiliki pemikiran-pemikiran sederhana mengenai penyakit mental,” ucapnya.
Secara lirikal, lagu ini juga merujuk kepada orang-orang yang menganggap bahwa mental remaja atau orang muda begitu sederhana, yaitu mereka dapat terpengaruh sesuatu yang katanya negatif dengan begitu mudah.
“Ini dapat kita lihat ke mitos seperti banyak anak kesetanan setelah mendengar lagu metal, atau bahwa pembunuhan banyak terjadi karena anak main flash game dll. Mungkin yang sederhana bukan generasi muda, namun Anda,” tambahnya. –sum