iniSURABAYA – Bisnis pesta pernikahan di Indonesia tetap menggairahkan. Ini terlihat dari padatnya penggunaan sejumlah meeting room atau pun ballroom untuk hajatan pernikahan.
Namun, ada perbedaan mendasar yang dilakukan masyarakat kota Jakarta dan Surabaya dalam menggelar momen bersejarah bagi pasangan pengantin ini. Jika di Jakarta pesta pernikahan tidak bergantung hari, masyarakat di Surabaya cenderung masih memilih menyelenggarakan prosesi pernikahan di akhir pekan (week end).
“Ini menunjukkan Jakarta sangat padat dengan bisnis wedding. Di Surabaya, masih di weekend dengan beragam alasan dan tradisi,” ungkap Suprapti Suprobo, General Manager Dyandra Grand Ballroom di sela-sela acara ‘Weddingku Exhibition Surabaya’ yang digeber selama tiga hari, Jumat-Minggu (18-20/5/2018).
Menurut Suprapti, dalam setahun, sekitarr 60 pesta pernikahan digelar di Dyandra Grand Ballroom. Dari jumlah itu, lanjut Suprapti, 70 persen merupakan pesta bergaya internasional dipadukan Chinese Wedding dan 30 persen Traditional Wedding.
“Dyandra Grand Ballroom hanya memfasilitasi menu makanan dan tempatnya yang strategis di tengah kota. Untuk dekorasi maupun Wedding Organizer (WO) di luar urusan Dyandra dan free of charge untuk dekorasi maupun WO, jika ada yang melaksanakan pesta pernikahan di Dyandra,” paparnya.
Ditambahkan pula, Dyandra Grand Ballroom belakangan lebih banyak digunakan untuk pesta pernikahan daripada acara-acara pameran. “Karena pernikahan kan tidak terganggu oleh politik, jadi permintaan (penggunaan tempat untuk acara pernikahan) selalu naik,” imbuhnya.
Untuk penggunaan Dyandra Grand Ballroom ini, pasangan pengantin dikenaka biaya Rp 4,5 juta per-meja untuk international wedding, dan Rp 325.000 per-orang untuk pengantin adat Jawa (tradisional).
“Kami punya tim kulineri ekspertis yang dipimpin executive chef berpengalaman hotel berbintang. Variasi pilihan menu cukup beragam mulai hidangan pembuka hingga hidangan penutup,” urainya. dit