Di Masa Kolonial, Surabaya Dibagi Jadi ‘Kota Bawah’ dan ‘Kota Atas’, Ternyata Ini Maksudnya

Selama sebulan mendatang House of Sampoerna menghadirkan tur sejarah bertema ‘Kampung Londo’.

iniSURABAYA.com – Meski sudah merdeka dari penjajahan Belanda yang kemudian disusul Jepang, sudut Kota Surabaya ternyata masih menyisakan kenangan masa-masa kolonial.  

Surabaya Heritage Track (SHT) yang kali ini mengangkat tema ‘Kampung Londo’ memapar aksi Mataram untuk menginvasi Surabaya pada kurun 1620-1625. Juga perjanjian yang dilakukan antara Pakubuwono II dengan VOC pada 1743 berdampak signifikan, yaitu dilepasnya Surabaya menjadi wilayah yang dikuasai VOC.

Bacaan Lainnya

Masuknya Belanda sebagai penguasa Surabaya dan ditempatkannya Gezaghebber van den Oosthoek (Gubernur Letnan Ujung Timur ) mengubah banyak hal demi memenuhi kepentingan politik dan perdagangan, utamanya memindahkan letak pusat pemerintahan mendekati muara Kalimas di Utara.

Pembangunan infrastruktur dan fasilitas lain  dibangun untuk mendukung pemerintahan seperti benteng, pos jaga, gudang amunisi dan mesiu, pekantoran, pergudangan juga gereja.  

Baca Juga : https://inisurabaya.com/2019/12/tur-kampung-londo-sht-eksplorasi-kawasan-eropa-di-surabaya/

Di tahun 1866 peraturan segregasi etnis (wijkenstelsel) yang mewajibkan tiap-tiap etnis (China, Arab dan Melayu) untuk menetap di Timur Kalimas diberlakukan. Pemerintah Hindia Belanda menciptakan ‘kampung’-nya sendiri.

Fungsi Surabaya sebagai collecting center pada masa pemberlakukan cultuurstelsel berakibat langsung pada bentuk struktur wajah kota Surabaya secara keseluruhan.

Dari periode inilah adanya sebutan beneden stad (kota bawah) yang merujuk pada sisi Utara di sekitar Jembatan Merah sebagai sentra bisnis, serta boven stad (kota atas) di sisi Selatan sebagai kawasan hunian orang-orang Eropa di sekitar Gubeng, Ambengan, Keputran, Darmo dan Ketabang.

Perluasan wilayah kota diawali dengan dibongkarnya tembok kota pada 1871 dan semakin masif seiring ditetapkannya Surabaya sebagai gemeente (kotamadya) pada 1906 serta dibangunnya stadhuis (kantor pemerintahan) baru di Ketabang.

Di masa ini kawasan selatan kota berkembang pesat menjadi pusat pemerintahan, hiburan dan permukiman elit bagi orang-orang Eropa.

Tur tematik SHT diselenggarakan House of Sampoerna pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan sejarah kota Surabaya serta berbagai bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Sejak 2010 SHT telah menyelenggarakan 47 tur tematik dan mengunjungi lebih dari 70 bangunan cagar budaya baik museum, institusi pemerintahan dan swasta, tempat peribadatan, monumen, kampung, pasar, perpustakaan, dan pabrik.

Hal tersebut juga menginisiasi Heritage Walk dengan nama ‘Klinong-klinong ning Suroboyo’ yang menjadi pengembangan SHT dengan mengajak Trackers untuk secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

SHT bertema ‘Kampung Londo’ bisa dinikmati setiap hari Jumat hingga Minggu pada pukul 15.00-16.30. Tur tematik ini berlangsung hingga 19 Januari 2020. dit

Pos terkait