
iniSURABAYA.com | JAKARTA – Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok pada 2021 mendapat reaksi negatif dari berbagai pihak.
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) misalnya, menegaskan bahwa keputusan tersebut sangat tidak tepat.
Sudarto, Ketua Umum FSP RTMM bahkan memetakan realitas di lapangan terhadap dampak kenaikan tarif cukai ke depan. “Sekarang kita lihat saja, selama lima sampai tujuh tahun ke belakang, setiap regulasi untuk IHT ini faktanya menurunkan tingkat serapan tenaga kerja,” tandasnya melalui rilis yang dikirim ke redaksi iniSurabaya.com.
Dia mengakui keputusan pabrikan melakukan efisiensi pekerja tidak mudah namun jalan melakukan efisiensi ini memang risiko yang paling cepat kejadian kalau kenaikan cukai terus dilakukan, termasuk tahun 2021 nanti dan lambat laun, berpengaruh ke perusahaan rokok akan semakin sedikit.
Sementara Bayu Kharisma, peneliti senior Universitas Padjadjaran (Unpad) pun mengingatkan bahwa Indonesia sedang menuju ambang resesi. Artinya, secara umum pasti yang terasa adalah daya beli masyarakat semakin terpukul.
Selain itu, akan memberikan dampak negatif bagi kehidupan puluhan ribu pekerja rokok SKT. Hal lain yang tidak kalah penting adalah, harus dilihat juga seberapa dalam resesi dan seperti apa pertumbuhan ekonomi di negeri ini nantinya.
“Kalau ekonominya makin memburuk, maka tahun 2021 saya rasa adalah cobaan berat kepada pelaku IHT, khususnya kelompok usaha kecil-menengah dan pekerja pabrikan golongan 2 dan 3 semakin sulit,” cetusnya.
Pilihan untuk bertahan nampaknya juga sulit karena produktivitas akan terbatas selama pandemi masih berlangsung di negeri ini. Dengan kondisi perekonomian semakin terpuruk akibat resesi, negara harus mengeluarkan kebijakan yang melindungi sektor IHT, terutama pekerja rokok SKT yang mayoritas merupakan tulang punggung keluarga.
Menurut Bayu, pemerintah sebaiknya meninjau ulang kenaikan tarif cukai di sektor IHT untuk 2021. Selama ini, pemerintah seakan menutup mata dari dampak kenaikan cukai yang signifikan di awal tahun 2020, yaitu penetapan tarif harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35 persen dan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 21,55 persen menuai respon negatif dari kalangan industri.
Yang tak kalah penting juga adalah paparan yang disampaikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Selama pandemi Covid-19, Kadin Indonesia mencatat angka pekerja yang dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin bertambah.
Rosan Roeslani, Ketua KADIN mengungkapkan, saat ini angka pengangguran mencapai tujuh juta orang dan diprediksi bisa terus bertambah sampai dengan 13 juta orang. Pernyataan ini disampaikan dalam acara bertajuk ‘Outlook 2021: The Year Opportunity’. wid