iniSURABAYA.com – Masih minimnya tingkat hunian perhotelan di Tanah Air, membuat pemerintah terus melakukan upaya sehingga bisa berpengaruh positif dan mendongkrak kunjungan wisatawan.
Terakhir, yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah mencanangkan kampanye ‘Work From Bali’. Tak ingin kalah dengan Bali, Yogyakarta pun menyatakan kesiapannya sebagai tempat kerja selama pandemi Covid-19.
Singgih Raharjo, Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)menegaskan, program serupa juga memungkinkan diterapkan di Yogyakarta. Sebab, amenitas atau fasilitas pendukung pariwisata di Yogyakarta dipastikan tak kalah dengan Bali.
“Sangat memungkinkan di sini (Yogyakarta). Karena syarat untuk bisa dijadikan tempat bekerja bagi para pembisnis itu ialah amenitasnya. Kami sangat punya pilihan, hotel maupun desa wisatanya,” kata Singgih, Senin (24/5/2021).
Singgih menambahkan, koneksi internet di Yogyakarta, baik itu di hotel-hotel maupun di destinasi wisata juga dinilai mumpuni untuk bekerja melalui daring.
“Koneksi internetnya juga cukup bagus. Di beberapa destinasi maupun di hotel itu sangat bagus tidak ada kendala. Jadi memungkinkan kalau Yogyakarta,” tandasnya.
Walaupun saat ini belum ada gerakan ‘Work from Yogyakarta’, diakui Singgih, sudah ada beberapa pekerja yang bekerja daring di Yogyakarta, misalnya di bidang Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition (MICE).
“Walaupun tidak ada gerakan itu, yang saya pantau sudah ada beberapa yang menggunakan termasuk beberapa MICE, seperti kegiatan MICE dari kementerian sebelum puasa kemarin juga banyak,” ungkapnya.
Namun, Singgih menegaskan, jika ada pekerja dari luar berencana bekerja di Yogyakarta tetap harus melengkapi diri dengan syarat-syarat seperti surat keterangan bebas Covid-19 dan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat selama bekerja di Yogyakarta.
“Tetap ya protokol kesehatan harus dijaga,” tegasnya.
Hunian Kurang dari 10 Persen
Sebelumnya, Marves Odo R M Manuhutu, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko mengungkapkan, program Work From Bali (WFB) dibuat oleh pemerintah berdasarkan kondisi pariwisata di Bali yang saat ini sedang sekarat.
Marves menyatakan, banyak hotel yang beroperasi di Bali okupansinya masih minim, yaitu kurang dari 10 persen.
Dengan okupansi sebesar itu, lanjutnya, hotel-hotel di Bali kesulitan membayar gaji karyawan, bahkan perawatan hotel. “Akomodasi di Bali terdapat 140.000 kamar, bayangkan kalau 140.000 itu hanya terisi kurang dari 10 persen. Artinya, banyak tenaga kerja yang ada di Bali tidak bekerja selama 10-14 bulan,” ujar Odo dalam konferensi pers virtual, Sabtu (22/5/2021).
Odo menuturkan, sebuah hotel bisa membayar biaya perawatan, paling tidak occupancy rate harus mencapai 30-40 persen. Padahal, selama berbulan-bulan occupancy rate hotel-hotel di Bali hanya di kisaran 8-10 persen.
Odo mengakui situasi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi pekerja di sektor perhotelan. Odo menceritakan pengalamannya saat menjalankan Bali Investment Forum dengan BI di Nusa Dua Hotel di Bali.
Selama berbulan-bulan okupansi rate hotal itu hanya berkisar di 8-10 persen. Namun, saat acara tersebut digelar, okupansi rate hotel itu meningkat perlahan-lahan hingga mencapai 50 persen. wid