

iniSURABAYA.com – Rangkaian kegiatan Biennale Jatim IX (BJIX) telah diawali dengan gelaran sosialisasi kelililing di 38 kota/kabupaten se-Jawa Timur.
Menurut Syska La Veggie, Direktur Program BJIX, sosialisasi dilakukan dalam dua tahap. Pertama berlangsung di 18 kota/kabupaten pada Maret-Mei 2021.
Sosialisasi dilakukan tim adalah memperkenalkan Biennale Jatim ke-9 ini serta beberapa rancangan progam pre-event yang akan dikerjakan BJIX.
Dilanjutkan sosialisasi kedua yang berlangsung di 20 kota/kabupaten pada September-Oktober 2021. Sosialisasi tahap kedua untuk melaporkan seluruh program tahap awal dan pre-event, serta mengabarkan program main-event BJIX.
“Kami sudah melakukan sosialisasi pra-event, untuk mengabarkan kehadiran BJIX dan program kelas Panca Rembug. Dilanjutkan sosialisasi ke 20 kota kabupaten sisanya, untuk mengabarkan program main-event BJIX, dan mengajak seniman terlibat dalam program tersebut,” tegas Syska.
BJIX mengajak perupa, seniman dan seluruh masyarakat Jawa Timur mengikuti ‘Open Call Main-Event BJIX : Padhang Rembugan’ yang dibuka pada 13 September–13 Oktober 2021.
Sesuai tema BJIX, kata kunci dalam open call ini adalah ‘Solidaritas dan Kolektivitas’. Program kegiatan yang diajukan diharapkan dapat merepresentasikan konteks solidaritas dan kolektivitas dalam berbagai skala dan posisi keterlibatan baik dalam isu lokal maupun global, dalam merespons situasi yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19.
Segala bentuk program kegiatan seni dapat diajukan tanpa batasan karya, seperti pameran tunggal, pameran kelompok, performance art, workshop, diskusi, riset, penayangan film, mural, dan kegiatan eksperimental lainnya.
Kerja-kerja kolaborasi lintas disiplin, medium, usia, dan gender sangat didukung dalam penyelenggaraan BJIX. Seluruh program yang diajukan akan dikomunikasikan dan didampingi oleh sembilan Dewan Syuro Kurator sebagai penasihat program, yang terbagi di sembilan wilayah di Jatim yang telah ditentukan.
“Dewan Syuro kurator berfungsi sebagai perantara antara BJIX dan praktisi seni yang terlibat, serta sebagai teman ngobrol untuk proses artistik dalam pelaksanaan program utama BJIX yang tersebar di berbagai wilayah,” papar Benny Widyo, Direktur Artistik BJIX.
Dengan total dana subsidi sejumlah Rp 138.000.000, BJIX siap mendukung seluruh kegiatan seni agar dapat membentuk ekosistem seni budaya yang lebih inklusif dan setara.
Seluruh pengajuan program kegiatan yang terpilih, diikutsertakan dan dilaksanakan pada program ‘Main-Event BJIX : Padhang Rembugan’ yang digelar pada tanggal 19 November-19 Desember 2021.
“Kami melihat dulu seluruh pengajuan program yang masuk. Kemudian dibicarakan bersama tim BJIX, Dewan Syuro Kurator, dan pendaftar program. Sehingga nantinya diketahui pembagian subsidi yang akan alokasikan kepada masing-masing program,” tutur Dwiki Nugroho Mukti, Direktur Utama BJIX.
Agar dapat mengetahui lebih lengkap informasi, pedoman dan form pendaftaran ‘Open Call Main-Event BJIX : Padhang Rembugan’ dapat diakses melalui tautan bit.ly/bjixcalling.
Seluruh rangkaian kegiatan mengenai BJIX dapat disimak melalui website resmi jatimbiennale.org. Informasi terbaru juga dapat diakses di seluruh sosial media Jatim Biennale, yaitu akun Instagram @jatimbiennale, akun Facebook Jatim Biennale, dan akun Twitter @JatimBiennale.
Biennale Jatim sendiri merupakan pergelaran rutin dua tahunan yang menjadi barometer aktivitas dengan tingkat kreativitas seniman, serta apresiasi publik terhadap seni dan budaya di Jawa Timur.
BJIX 2021 digelar oleh tim khusus dari sekumpulan seniman dan pekerja seni muda secara sukarelawan, dan mendapatkan dukungan dari Goethe Institut Jerman.
BJIX kali ini mengusung tema ‘Padhang Rembugan – Menimbang Solidaritas, Merayakan Kolektivitas’. Memaknai bahwa BJIX sebagai sebuah platform tempat perupa dan seniman Jawa Timur saling berkumpul bertukar informasi dan bermusyawarah.
Melanjutkan Biennale Jatim ke-8 (tahun 2019), pelaksanaannya bereksperimentasi dengan melakukan kerja-kerja inklusif yang memungkinkan seniman yang mempunyai inisiasi untuk dapat terlibat dalam pagelaran akbar ini.
Dengan demikian, Biennale telah didesentralisasi sehingga penyelenggaraannya tidak hanya terpusat di satu kota namun menyebar ke berbagai wilayah di Jawa Timur. ana