iniSURABAYA.com – Inilah ekspresi gejolak hati seniman muda Syska La Veggie. Kegundahan hatinya atas kondisi yang dia amati terjadi di sekitarnya itu dihadirkan dalam wujud pameran Work in Progress (WIP).
Pameran bertajuk ‘Gak Boleh Begitu, Gak Boleh Begini, Katanya (Sebuah Gradasi)’ berlangsung di Unicorn Creative Space Surabaya pada 17-20 November 2021.
Sebanyak 13 karya dipamerkan mulai dari seni cukil mix sulam, instalasi sulam, video wawancara, pameran arsip, performance lecture, hingga instalasi parsipatory.
Pameran ini merupakan hasil presentasi dari Mini Residensi Ephemera #2 yang digelar Indonesian Virtual Art Achive (IVAA). Pameran tunggal pertama Syska La Veggie ini juga terlibat dalam program Main-Event Biennale Jatim IX.
Pameran dibuat sebagai artikulasi hasil riset dan pengarsipan seniman-seniman perempuan Jawa Timur dengan pengalaman berkarya yang dianggap vulgar, tabu dan represif, serta pembatasan hak berekspresi.
Dalam pamerannya, Syska ingin mengajak publik dalam memandang bagaimana istilah vulgar dipahami, memantulkan gradasi antar sesama seniman maupun antara seniman dan publik.
“Mengkondisikan seniman perempuan yang terjebak dalam estetika normatif. Stigma terhadap pelabelan karya tidak senonoh, merupakan bentuk ketidaksadaran gender dalam ekosistem kesenian di Jatim,” papar seniman sekaligus aktivis feminis ini.
Sebelumnya, Syska melakukan pemetaan selama dua bulan melalui riset yang dilakukan atas delapan seniman perempuan bermukim di Jawa Timur, serta masing-masing satu seniman laki-laki dan seniman perempuan non Jawa.
Riset tersebut dilakukan untuk memperlihatkan persepsi, konteks dan nalar penciptaan masing-masing seniman yang berbeda.
“Bentangan perbedaan sudut pandang atas tema ini bergerak antara melihat tubuh sebagai pengetahuan dan identitas yang perlu digali, sebagai terapi atas tubuh traumatik, perlawanan atas kungkungan terhadap perempuan, hingga pengaguman berlebih atas tubuh,” ungkapnya.
Febrian Adinata Hasibuan, pendamping residensi Ephemera #2, melihat vulgaritas sering ditangkap ‘mata luar’ sebagai objek eksibisi ketabuan, pemuas hasrat seksual, dan ancaman moralitas umum.
Menurutnya, hal itu wajar-wajar saja jika publik setia pada ambiguitas seni visual vulgar yang cukup lentur mewadahi pengalaman sehari-hari individu atau kolektif.
“Dalam perjalanan saya bersama Syska La Veggie mengompilasi pengalaman dan ingatan seniman perempuan di sekitarnya, kami menemukan bahwa seni visual vulgar perlahan kehilangan ambiguitasnya,” ujar pria yang akrab disapa Aan ini.
Selain menyuguhkan ragam karya seni visual dan performen, juga akan ada sesi ‘Curhat Colongan’ yang berlangsung pada Sabtu (20/11/2021) via aplikasi Zoom Meeting.
Melalui ‘Curhat Colongan’, Syska akan mengundang para perupa perempuan untuk saling becerita tentang pengalaman dan represi dalam berkesenian.
Pameran yang diberi label ‘Work in Progress’ ini, karena tema vulgaritas masih berlanjut pada pameran selanjutnya.
Syska menginisiasi Pameran Gosyip-Gosyip Senja, yang akan digelar kelompok Perempuan Pengkaji Seni pada 24-28 November 2021. Sebanyak 21 seniman dari Jawa Timur juga akan merespons tema vulgar dalam karyanya nanti. ana