Komunikasi yang efektif bukan lagi sekadar kebutuhan tambahan, tetapi telah menjadi pilar utama dalam keberhasilan industri perhotelan di era digital. Dengan menerapkan strategi komunikasi yang tepat, hotel di Indonesia dapat membangun reputasi yang kuat, menghadapi tantangan ulasan negatif, dan meningkatkan pengalaman tamu secara keseluruhan.
Nugroho Agung Prasetyo SSos MSi, praktisi media Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat menghadirkan ulasannya terkait permasalahan komunikasi di industri kepariwisataan, khususnya perhotelan bagi pembaca iniSurabaya.com.
DI tahun 2019, sebuah hotel terkenal di Bali menghadapi krisis reputasi setelah seorang tamu asing memposting keluhannya di Twitter tentang kondisi kamar yang buruk dan pelayanan yang tidak memadai.
Keluhan tersebut menjadi viral dalam beberapa jam, dengan ribuan orang me-retweet dan mengomentari pengalaman negatif tamu tersebut.
Pihak hotel yang melihat persoalan tersebut mencoba melakukan konsolidasi. Namun kecepatan era digital yang begitu cepat nyatanya membuat proses penanganan respons menjadi terlambat. Selain lamban, respons dianggap cenderung defensif dan tidak simpatik.
Akibatnya, hotel tersebut mengalami penurunan pemesanan selama beberapa bulan berikutnya dan reputasinya di media sosial menurun drastis.
Mirip dengan persoalan yang sama. Sebuah resort di Lombok pada tahun 2022 mengalami penurunan rating di platform ulasan online seperti TripAdvisor dan Google Reviews karena begitu seringnya ulasan negatif tidak ditanggapi pihak hotel.
Para tamu mengeluhkan kurangnya respons terhadap keluhan dan saran yang disampaikan secara online, sehingga mereka merasa diabaikan. Akibatnya, calon tamu yang ingin memesan kamar menjadi ragu dan lebih memilih hotel lain yang lebih responsif terhadap ulasan.
Kedua peristiwa tersebut seakan menjadi pengingat bagi ekosistem industri pariwisata tentang pentingnya komunikasi media di era digital, baik melalui platform portal pemberitaan maupun media sosial. Kedekatan dengan wartawan dan media, serta pemahaman pemanfaatan media digital menjadi kunci penting membangun opini positif terkait layanan pariwisata, mulai dari perhotelan, restoran, hingga pusat rekreasi dan perbelanjaan.
Brian Chesky, CEO dan Co-Founder Airbnb, pernah menyatakan, bahwa komunikasi yang efektif adalah kunci untuk membangun kepercayaan di era digital. Di industri perhotelan, ini berarti memberikan pengalaman yang transparan, responsif, dan konsisten kepada pelanggan di setiap titik kontak digital.
Chesky menekankan bahwa komunikasi digital bukan hanya soal promosi, tetapi juga tentang menciptakan hubungan yang autentik dengan pelanggan melalui berbagai platform digital.
Industri pariwisata di Indonesia mengalami perubahan signifikan dengan kemajuan teknologi komunikasi. Di era digital ini, komunikasi bukan lagi sekadar penyampaian pesan, tetapi menjadi strategi penting dalam membangun citra dan reputasi.
Dengan semakin banyaknya wisatawan yang menggunakan platform digital untuk mencari informasi dan memberikan ulasan, industri perhotelan menghadapi tantangan baru: bagaimana merespons dengan cepat dan tepat, khususnya ketika menghadapi ulasan negatif atau komentar yang merugikan di media sosial.
Industri pariwisata harus mulai mengembangkan digitalisasi dalam layanan pelanggan. Banyak hotel dan tempat pariwisata di Indonesia mulai mengadopsi teknologi digital untuk meningkatkan pengalaman tamu, mulai dari pemesanan online, check-in otomatis, hingga aplikasi seluler untuk menikmati layanannya.
Teknologi ini memungkinkan interaksi yang lebih cepat dan personal antara pengunjung dan pelaku industri pariwisata.
Selain itu, pelaku industri pariwisata, khususnya perhotelan juga harus bijak dalam memanfaatkan platform media sosial. Situs seperti TripAdvisor, Google Reviews, dan media sosial, seperti Instagram dan Twitter menjadi medan utama, dan bisa jadi penentu reputasi hotel dan tempat pariwisata dibangun atau dihancurkan.
Satu ulasan negatif di media sosial tersebut dapat dengan cepat menyebar dan mempengaruhi keputusan calon tamu.
Penggunaan AI untuk Merespons Pertanyaan Tamu
Teknologi komunikasi digital saat ini juga mulai diperkenalkan dan Artificial Intellence (AI) dan Big Data. Penggunaan Chatbots mulai sering digunakan pelaku industri perhotelan modern untuk merespons pertanyaan tamu secara real-time.
Teknologi AI memungkinkan personalisasi yang lebih baik, namun masih memerlukan strategi komunikasi yang kuat untuk memastikan interaksi tetap manusiawi dan efektif.
Selain itu, story telling produk pariwisata menjadi faktor penting mendorong rasa penasaran publik untuk berkunjung dan merasakan produk jasanya, ataupun mencicipi sajian makanannya yang menjadi bagian dari produk industri pariwisata. Peran portal berita yang memiliki kemampuan bercerita secara menarik menjadi media penting dalam mempengaruhi publik.
Menurut Walter Fisher, seorang profesor komunikasi yang memunculkan ‘Narrative Paradigm Theory’, manusia adalah makhluk yang secara alami terhubung dengan narasi atau cerita sebagai cara utama untuk memahami dunia dan berkomunikasi satu sama lain.
Manusia adalah makhluk yang menyukai cerita atau kerap disebut ‘Homo Narrans’ (manusia yang bercerita). Itu sebabnya narasi cerita menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh bagi manusia lainnya.
Kemampuan stakeholder pariwisata dalam merespons setiap pesan negatif di era digital memang membutuhkan cara pandang yang bijak dan kreatif. Dan kecepatan merespons menjadi salah satu strategi komunikasi penanganan pelanggan yang tepat di era digital, karena waktu adalah segalanya.
Respons lambat terhadap ulasan negatif dapat memperburuk situasi. Industri perhotelan perlu mengembangkan sistem pemantauan ulasan secara real-time untuk merespons dengan cepat.
Selain itu sikap empati dan profesional menjadi perilaku yang harus menjadi budaya dalam ekosistem industri pariwisata. Menanggapi komentar negatif bukan hanya tentang meredam amarah pelanggan, tetapi juga menunjukkan empati dan profesionalisme. Hotel perlu melatih staf komunikasi untuk menangani situasi ini dengan tepat.
Membangun Kepercayaan dan Memperbaiki Reputasi
Pelaku industri pariwisata juga perlu membangun ‘Kepercayaan Melalui Transparansi’. Ketika menghadapi ulasan negatif, hotel harus jujur dan transparan dalam menanggapi, mengakui kesalahan jika perlu, dan memberikan solusi yang nyata. Ini akan membangun kepercayaan dan memperbaiki reputasi.
Memahami etika dan cara kerja jurnalis menjadi hal penting dalam menanggapi isu negatif dalam editorial pemberitaan media. Relasi, kemampuan jurnalistik, dan hospitality yang baik menjadi modal awal untuk merubah masalah menjadi peluang lewat pemunculan news value yang menarik.
Industri pariwisata harus aktif berkomunikasi di platform digital. tidak hanya menanggapi ulasan negatif tetapi juga mempromosikan ulasan positif, berbagi cerita dari tamu, dan menciptakan konten yang menarik.
Personalisasi Interaksi dengan Tamu menggunakan data dan teknologi untuk memberikan pengalaman yang disesuaikan dengan preferensi tamu, sehingga menciptakan hubungan yang lebih kuat dan meningkatkan loyalitas tentu akan membantu mengembangkan citra positif layanan.
Bukalah diri dengan berbagai pihak, dan perhatikan kemampuannya dalam mempengaruhi publik. Berkolaborasi dengan influencer dan menggunakan konten kreatif seperti video dan cerita mungkin dapat membantu peran komunikasi dalam membangun citra positif dan memperluas jangkauan di media sosial.
Terakhir, jangan cepat merasa puas karena dunia terus bergerak dan industri pasti akan dinamis. Belajarlah dari pengalaman dan pelatihan komunikasi tertentu sebagai investasi penting berkembang dalam industri secara profesional.
Komunikasi yang efektif bukan lagi sekadar kebutuhan tambahan, tetapi telah menjadi pilar utama dalam keberhasilan industri perhotelan di era digital. Dengan menerapkan strategi komunikasi yang tepat, hotel di Indonesia dapat membangun reputasi yang kuat, menghadapi tantangan ulasan negatif, dan meningkatkan pengalaman tamu secara keseluruhan.
Tony Wheeler, Co-Founder Lonely Planet mengatakan,”Di era digital, kita harus beradaptasi dengan cara orang menemukan informasi. Kita tidak hanya menjual tempat tidur, tetapi pengalaman, dan komunikasi yang efektif adalah bagaimana kita menyampaikan pengalaman itu kepada audiens kita.”
Wheeler mengingatkan bahwa komunikasi dalam perhotelan saat ini bukan hanya soal penjualan produk, tetapi tentang bagaimana menyampaikan pengalaman kepada konsumen dengan cara yang paling relevan dan menarik.
Komunikasi memang kerap dipandang sebelah mata oleh industri, termasuk yang menghasilkan produk layanan. Aspek hospitality dalam melakukan interaksi secara langsung dengan potensi market dianggap menjadi fokus utama untuk menarik tingkat hunian.
Kalaupun menambahkan dengan kemampuan anggaran yang kuat, pemasangan papan reklame di media outdoor dianggap menjadi pilihan mudah, bayar dan langsung pasang. Industri seakan melupakan pentingnya komunikasi alami lainnya untuk mengembangkan opini publik yang dapat mendorong rasa penasaran publik. *