iniSURABAYA.com | JAKARTA – Nama Dipha Barus sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Sosok di balik sederet lagu populer Tanah Air yang seringkali dijuluki sebagai ‘the anthem for the Indonesian youth”, seorang DJ, pencipta lagu dan produser yang menorehkan sejumlah prestasi baik di negeri sendiri hingga menembus ke kancah internasional.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa kecintaannya untuk memproduseri lagu berawal dari sebuah kanal di YouTube bernamakan ‘Sflogicninja’ yang didirikan oleh David Earl pada 2006.
“Saya memang sekolah musik dari kecil, cuman nggak pernah secara serius menekuni satu instrumen. Tetapi ketika minat untuk nge-DJ mulai terbangun, saya ingat banget kanal pertama yang menguatkan ketertarikan saya pada dunia song producing adalah kanal ini,” ungkapnya lewat rilisan yang dikirim ke redaksi iniSurabaya.com.
Dipha Barus menegaskan bahwa dirinya tak pernah sekolah formal untuk menjadi produser. Dipha mengau cuma mengikuti tutorial dari hal semudah ‘cara memasukkan audio ke workstation’ hingga yang lebih kompleks.
“Saya memilih untuk ngulik semuanya dari beragam tutorial di YouTube karena tutorial yang ada cukup mudah dimengerti dan sesuai sama minat saya. Seiring berkembangnya karier saya pun, semua teknik yang saya punya, saya pelajari dari YouTube,” begitu cerita Dipha.
Tumbuh dari keluarga yang memiliki musikalitas tinggi, Dipha diperkenalkan ke berbagai genre musik sejak dini. Mulai dari genre pop lewat karya-karya The Beatles hingga genre soul dan jazz dari Stevie Wonder dan Miles Davis.
Dipha pernah pula mengikuti sekolah musik di bawah naungan sejumlah nama besar di dunia musik tanah air, seperti Dwiki Dharmawan, Indra Lesmana dan Jeffrey Tahalele.
Tetapi salah satu momen yang membuka perspektifnya terhadap musik adalah ketika dia menemukan album Nirvana di salah satu toko musik, yang bermula karena ketertarikan pada sampul dari album tersebut.
Album tersebut bisa dibilang suatu titik balik buat Dipha. Dari situ dia menyadari bagaimana musik tidak hanya mampu mengekspresikan kebahagiaan atau kesedihan, tetapi juga kemarahan dan berbagai macam perasaan dan pernyataan.
“Sejak itu, saya mulai mendalami dan mempelajari bagaimana beragam musisi mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui suara yang berbeda,” ungkapnya.
Dipha mengaku bahwa semakin dia terus berusaha memahami dan belajar keberagaman tersebut, dia semakin memahami karakter dari musiknya, juga pesan yang ingin disampaikan yaitu ‘Humankind’ (umat manusia).
Dipha percaya bahwa keterbukaan akses ke informasi dan kemajuan teknologi yang ada, memungkinkan semua orang untuk saling berbagi dan mendengarkan cerita dan membentuk komunitas sendiri, terlepas dari batas geografis, umur, dan beragam faktor lainnya. wid