Kasus Obesitas pada Anak di Indonesia Meningkat 10 Kali Lipat? Simak Fakta Berikut

0
0

ILUSTRASI: Selain stunting, obesitas juga jadi masalah serius terkait gizi anak yang justru sering diabaikan orang tua.

iniSURABAYA.com – Prof Dr dr Aryono Hendarto SpA(K), guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengingatkan, orang tua saat ini menghadapi tiga masalah gizi utama yang dikenal sebagai triple burden of malnutrition, yaitu gizi kurang (stunting dan wasting), gizi lebih (overweight dan obesitas), dan hidden hunger (kekurangan vitamin dan mineral).

”Ironisnya, seringkali obesitas tidak mendapat perhatian sebanding,” tegas spesialis anak dengan keahlian khusus di bidang Nutrisi dan Penyakit Metabolik ini dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/3/2024).

Padahal, lanjut Prof Aryono, WHO telah menggambarkan obesitas pada anak sebagai masalah kesehatan global yang serius, dengan diperkirakan 124 juta anak mengalami obesitas di seluruh dunia. ”Di Indonesia, data Status Gizi Indonesia 2022 menunjukkan peningkatan kejadian obesitas anak dalam empat dekade yang mengalami peningkatan sebesar 10 kali lipat,” ungkapnya.

Peraih gelar doktor dari FKUI dan master kesehatan masyarakat dari FK-KMK UGM ini menekankan, anak dengan obesitas dapat mengalami sejumlah penyakit penyerta seperti sindrom metabolik yaitu tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, perlemakan hati, gangguan pernapasan saat tidur, dan kanker.

Sedang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), diabetes pada anak Indonesia meningkat 70 kali lipat pada tahun 2023. Dan 70 persen penyebabnya adalah karena obesitas. Selain itu, sebanyak 55 persen obesitas anak akan menjadi obesitas saat remaja, dan 80 persen obesitas remaja bertahan hingga dewasa.

”Mengingat obesitas sangat sulit untuk diatasi, pencegahan merupakan prioritas yang harus dilakukan sedini mungkin mulai dari periode pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI),” pesannya.

Pada periode ini, anak mulai membentuk selera makan, preferensi makanan, dan metabolisme yang penting dalam membentuk dasar kesehatan mereka di masa depan. MPASI yang diberikan sebaiknya dimulai saat bayi mencapai usia enam bulan.

”Pemberian MPASI terlalu dini, yakni di bawah empat bulan, dapat meningkatkan risiko obesitas,” tandas Ketua Program Studi S3 Ilmu Gizi di FKUI ini.

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa anak obesitas di satu sisi mengalami kelebihan makronutrien seperti karbohidrat, lemak dan protein. Tetapi di sisi lain, kekurangan mikronutrien seperti zat besi, sehingga MPASI harus bergizi lengkap dan seimbang.

”MPASI yang tinggi zat besi penting untuk mencegah anemia dan mengatur keseimbangan metabolisme sehingga anak menjadi lebih aktif dan sehat,” imbuhnya.

Penting juga untuk menghindari beberapa kesalahan dalam pemberian MPASI yang dapat meningkatkan risiko obesitas. Pemberian MPASI yang tidak sesuai tahapan usia anak, misalnya memberikan makanan dewasa seperti snack yang bukan khusus bayi bisa menyebabkan obesitas karena kalori yang lebih tinggi dari kebutuhan bayi.

”Agar terhindar dari obesitas, salah satu asupan yang harus benar-benar diperhatikan adalah gula,” kata Prof Aryono yang telah memimpin Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini.

Bagi orang tua yang memiliki keterbatasan waktu dan khawatir dalam memenuhi kebutuhan zat gizi makro dan mikro anak, MPASI fortifikasi dapat menjadi pilihan bagi si kecil. Salah satu keunggulan MPASI fortifikasi adalah memiliki kandungan gizi yang terukur dan seimbang, termasuk zat besi dan gula, yang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap tahapan usia anak.

Karenanya, produk MPASI fortifikasi dilengkapi dengan label ‘rekomendasi usia’. MPASI fortifikasi yang lulus uji BPOM, selain bebas pengawet, pewarna dan perasa juga memiliki kadar garam dan gula yang sesuai standar keamanan untuk bayi.

”Jadi, orang tua tidak perlu khawatir untuk memberikan MPASI fortifikasi,” pungkasnya. riz

Comments are closed.