Matinya Kaum Penulis: ‎‎Sejarah Tak Pernah Ditulis oleh Iklan, Tetapi oleh Pena-Pena kecil yang Keras Kepala

0
225

iniSURABAYA.com – ‎”Indonesia bukan satu-satunya ‘kuburan massal’ kaum penulis. Dunia memang sedang menggelar upacara kematian mereka.” 

‎Apa jadinya sebuah bangsa tanpa penulis? Jawabannya sederhana: negara tetap ada, jalan tol tetap dibangun, pilpres tetap gaduh, buzzer tetap hidup —tapi pikiran kritis perlahan mati.

‎Dulu, di era 1980-an, menjadi penulis esai adalah impian banyak wartawan. Setelah kenyang makan nasi kotak ketika liputan dan kopi dingin di kantor redaksi, mereka membayangkan satu hari kelak akan ‘naik kelas’: menjadi penulis opini, kolumnis atau esais yang dihormati.

Tingkatannya lebih mulia, bayaran lebih layak. Kala itu pena dianggap bukan hanya alat tulis tapi senjata intelektual. ‎

‎Tiga puluh tahun berselang, ternyata pena itu bukan patah tapi dipreteli nilainya. Media cetak bangkrut satu per-satu, biaya kertas melambung dan media daring datang sebagai ‘juru selamat’ yang justru melahirkan kebebasan bercampur kekacauan.

1 2 3 4 5

Comments are closed.