Matinya Kaum Penulis: ‎‎Sejarah Tak Pernah Ditulis oleh Iklan, Tetapi oleh Pena-Pena kecil yang Keras Kepala

0
228

‎Lalu apa jadinya? Wartawan senior yang pensiun kini lebih realistis buka warung daripada nulis opini. Kata seorang mantan anggota Dewan Pers: “Kalau nggak kuat iman dan spiritual, ya bubar jalan. Dunia wartawan tidak ada uangnya hanya penuh dengan kata-kata.”

Fenomena Global
‎Fenomena ‘matinya penulis’ bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara. Di Amerika Serikat, media cetak seperti The Village Voice dan The Boston Phoenix mati. Sementara The New York Times selamat hanya karena mengubah pola berlangganan secara digital.

Ribuan jurnalis kehilangan pekerjaan, kolumnis senior terpaksa mengajar menulis di universitas.

‎Di Inggris, jurnalis opini yang dulu berkuasa kini kalah pamor dengan YouTuber politik atau podcaster yang bisa meraup donasi lewat Patreon -skema urunan dana. Pena kalah dengan mikrofon.

‎Sedangkan di Filipina dan India media daring menjamur tak terkendali. Wartawan dan penulis opini sering hanya jadi ‘free content provider’ —pengisi halaman gratis. Uang iklan? Lagi-lagi habis diborong influencer medsos.

1 2 3 4 5

Comments are closed.